Bank Syariah
Minggu, 26 Mei 2024 17:00 WIB
Penulis:Pratiwi
JAKARTA (sijori.id) - Sistem perbankan di Indonesia terbagi menjadi dua jenis, yaitu perbankan konvensional dan perbankan syariah.
Kedua jenis bank ini memiliki perbedaan yang signifikan dalam operasional dan prinsip yang dianut.
Definisi dan Dasar Hukum
Bank konvensional adalah institusi yang menjalankan kegiatan perbankan berdasarkan kesepakatan internasional dan nasional serta berlandaskan hukum negara yang berlaku, sedangkan bank syariah adalah lembaga perbankan yang menjalankan aktivitas berdasarkan hukum-hukum muamalah dalam agama Islam, dengan pedoman utama Al-Qur’an dan Hadits.
Tujuan Pendirian
Perbedaan pertama terletak pada tujuan pendirian. Bank konvensional berorientasi pada keuntungan semata tanpa memperhatikan nilai-nilai agama. Sebaliknya, bank syariah didirikan tidak hanya untuk meraih profit tetapi juga untuk menyebarkan dan menerapkan nilai-nilai syariah. Transaksi keuangan di bank syariah mempertimbangkan aspek dunia dan akhirat.
Prinsip Pelaksanaan
Prinsip pelaksanaan kedua jenis bank ini juga berbeda. Bank konvensional menggunakan prinsip-prinsip yang diatur oleh peraturan nasional dan internasional berdasarkan hukum yang berlaku. Sementara itu, bank syariah menerapkan prinsip-prinsip Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits serta diatur oleh fatwa Ulama. Seluruh aktivitas keuangan di bank syariah harus sesuai dengan prinsip-prinsip Islami.
Sistem Operasional
Sistem operasional menjadi perbedaan selanjutnya. Bank konvensional memberlakukan suku bunga dalam transaksinya, yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara bank dan nasabah. Di sisi lain, bank syariah tidak mengenal bunga karena bunga dianggap riba dalam syariat Islam. Sebagai gantinya, bank syariah menggunakan sistem bagi hasil atau nisbah, dimana keuntungan dibagi antara bank dan nasabah berdasarkan kesepakatan.
Hubungan Antara Nasabah dan Lembaga Perbankan
Hubungan antara nasabah dan lembaga perbankan juga berbeda. Di bank konvensional, hubungan ini adalah antara kreditur dan debitur, dimana nasabah berperan sebagai kreditur dan bank sebagai debitur. Sebaliknya, di bank syariah, hubungan ini bisa berupa penjual-pembeli, kemitraan, sewa-menyewa, tergantung jenis akad yang digunakan. Misalnya, dalam akad murabahah, bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli.
Kesepakatan Formal
Proses transaksi di bank konvensional diatur berdasarkan hukum nasional. Sedangkan di bank syariah, akad transaksi harus memperhatikan hukum Islam. Terdapat berbagai jenis akad dalam bank syariah, yang tidak hanya untuk mencari keuntungan tetapi juga untuk layanan jasa sosial. Akad-akad ini harus memenuhi rukun dan syarat sah sesuai dengan hukum Islam.
Pengawasan Kegiatan
Perbedaan lain terlihat dari struktur pengawasan. Bank konvensional diawasi oleh dewan komisaris. Sementara itu, bank syariah memiliki pengawasan berlapis yang melibatkan dewan pengawas syariah, dewan syariah nasional, serta dewan komisaris bank.
Pengelolaan Dana
Pengelolaan dana juga berbeda antara kedua jenis bank. Bank konvensional dapat mengelola dana di seluruh lini bisnis yang menguntungkan sesuai dengan undang-undang. Sebaliknya, bank syariah hanya dapat mengelola dana nasabah dalam bisnis yang tidak bertentangan dengan aturan Islam, seperti tidak boleh diinvestasikan di industri rokok atau narkoba.
Sistem Bunga
Bank konvensional menggunakan sistem bunga sebagai acuan dasar dan sumber keuntungan. Sebaliknya, bank syariah tidak menggunakan bunga, melainkan imbal hasil atau nisbah yang diperoleh dari pembagian keuntungan antara bank dan nasabah.
Pembagian Keuntungan
Keuntungan bank syariah diperoleh dari hasil jual beli, sewa-menyewa, dan kemitraan dengan nasabah. Sementara itu, bank konvensional mendapatkan keuntungan dari bunga yang dibebankan kepada nasabah.
Pengelolaan Denda
Perbedaan terakhir adalah dalam hal pengelolaan denda. Di bank konvensional, nasabah yang terlambat membayar dikenakan denda, dan bunga denda ini bisa meningkat jika pembayaran tidak dilakukan tepat waktu. Di sisi lain, bank syariah tidak memberlakukan denda keterlambatan, melainkan melakukan perundingan dan kesepakatan bersama dengan nasabah. Jika denda diterapkan, dana tersebut akan digunakan untuk kepentingan sosial, bukan keuntungan bank.
(*)
Bagikan