Tapera
Rabu, 29 Mei 2024 14:26 WIB
Penulis:Pratiwi
JAKARTA (sijori.id) - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) secara resmi menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
“Sejak munculnya UU No. 4 Tahun 2016 tentang ‘Tabungan Perumahan Rakyat’ Apindo dengan tegas telah menolak diberlakukannya UU tersebut,” kata Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani dalam keterangan resmi di Jakarta, pada Selasa, 28 Mei 2024.
Shinta mengungkapkan Apindo telah melakukan berbagai diskusi, koordinasi, dan mengirimkan surat kepada Presiden terkait dengan Tapera.
Sejalan dengan Apindo, Serikat Buruh/Pekerja juga menolak program Tapera. Mereka berpendapat, program Tapera memberatkan beban iuran baik dari sisi pelaku usaha maupun pekerja/buruh.
Shinta menjelaskan, Apindo pada dasarnya mendukung kesejahteraan pekerja dengan adanya ketersediaan perumahan bagi pekerja.
Namun, menurutnya, PP yang baru disahkan pada 20 Mei 2024 dianggap sebagai duplikasi dari program sebelumnya, yaitu Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan pekerja yang disediakan untuk peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek.
“Tambahan beban bagi pekerja 2,5% dan pemberi kerja 0,5% dari gaji yang tidak diperlukan karena bisa memanfaatkan sumber pendanaan dari dana BPJS Ketenagakerjaan,” jelasnya.
Menurut Apindo, seharusnya pemerintah lebih mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan, di mana sesuai dengan PP maksimal 30% atau Rp138 triliun, maka aset JHT sebesar Rp460 triliun dapat digunakan untuk program MLT perumahan pekerja.
Apindo menilai aturan terbaru mengenai Tapera justru menambah beban baru, baik bagi pemberi kerja maupun pekerja.
Saat ini, beban pungutan yang harus ditanggung oleh pemberi kerja mencapai 18,24-19,74% dari penghasilan pekerja, yang terdiri dari Jaminan Sosial Ketenagakerjaan seperti Jaminan Hari Tua sebesar 3,7%, Jaminan Kematian 0,3%, Jaminan Kecelakaan Kerja 0,24-1,74%, dan Jaminan Pensiun 2%.
Selain itu, pemberi kerja juga membayar Jaminan Sosial Kesehatan sebesar 4%. Selanjutnya, terdapat Cadangan Pesangon sesuai dengan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) sekitar 8%. “Beban ini semakin berat dengan adanya depresiasi rupiah dan melemahnya permintaan pasar,” ujar Shinta.
Apindo telah melakukan sosialisasi kepada developer melalui DPP Real Estate Indonesia (REI) dan juga menginisiasi
Kick Off penandatanganan kerja sama antara BPJS Ketenagakerjaan dan 2 Bank Himbara (BTN dan BNI), serta 4 Bank Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) yaitu Bank Jabar, Jateng, Bali, dan Aceh dalam upaya perluasan manfaat program MLT Perumahan Pekerja.
Kerja sama tersebut untuk mendapatkan fasilitas perumahan bisa memanfaatkan Manfaat Layanan Tambahan (MLT) dari sumber dana program JHT (Jaminan Hari Tua) untuk 4 manfaat.
Manfaat tersebut yakni, pinjaman KPR sampai maksimal Rp500 juta, Pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMO) sampai Rp150 juta, Pinjaman Renovasi Perumahan (PRP) sampai dengan Rp200 juta dan Fasilitas Pembiayaan Perumahan Pekerja/Kredit Konstruksi (FPPP/KK).
Ia menambahkan, jika pemerintah tetap melanjutkan penerapan iuran Tapera, Apindo berharap diterapkan terlebih dahulu dengan dana yang terkumpul dari ASN, TNI, Polri untuk manfaat yang sepenuhnya ada dalam kontrol pemerintah.
“Jika hasil evaluasi sudah bagus dalam hal pengelolaan, maka selanjutnya dikaji untuk memperluas cakupan tersebut ke sektor swasta,” tandasnya. (*)
Bagikan