Minggu, 14 September 2025 23:08 WIB
Penulis:Pratiwi

(sijori.id) - Ketika orang menyebut kamera legendaris Canon, nama-nama besar seperti AE-1, F-1, seri 5D, atau 1-DX biasanya langsung muncul. Semua itu memang ikon yang mengangkat reputasi Canon ke puncak dunia fotografi. Namun, di balik sorotan utama, ada satu model yang justru memainkan peran tak kalah penting: Canon 6D. Kamera ini bukan sekadar pelengkap, melainkan bukti bagaimana Canon mampu menjembatani teknologi tinggi dengan harga yang lebih bersahabat.
Debutnya terjadi pada 2012, di sebuah pameran fotografi. Sambutan awalnya biasa saja. Banyak yang menganggapnya sekadar versi "murah" dari 5D Mark II atau III. Tapi seiring waktu, para pengulas mulai melunak. Bodinya sedikit lebih besar, wajar saja karena di dalamnya terpasang sensor full-frame. Fitur Wi-Fi untuk kendali jarak jauh dan tinjau gambar—sesuatu yang terasa futuristik kala itu—langsung mencuri perhatian.
Spesifikasinya mentereng: sensor 20 megapiksel, 11 titik fokus, RAW 14-bit, viewfinder optik, hingga layar LCD 3 inci dengan resolusi lebih dari satu juta dot. Shutter 1/4000 detik, ISO yang bisa didorong sampai 102.400, kecepatan jepret 4,5 frame per detik, plus perekaman video full HD 30fps. Namun, daya tarik sejati 6D ada pada hasilnya. Sensor ini mampu bersaing dengan 5D Mark II hingga ISO 800/1600, lalu tampil lebih bersih di rentang atas. Senyapnya shutter, solidnya bodi, dan performa ISO tinggi membuatnya dicintai banyak fotografer serius.
Dua belas tahun kemudian, 6D masih punya pasar. Harga bodi bekasnya bertahan di kisaran US$1.700—tak jauh dari harga rilisnya US$2.100. Ketahanan nilai ini mencerminkan loyalitas komunitas DSLR. Di tengah dominasi kamera mirrorless, masih banyak fotografer yang setia pada viewfinder optik dan karakter gambar khas DSLR. Nama 6D pun kerap muncul di daftar peralatan peserta lomba foto, bukti bahwa ia masih relevan.
Canon 6D bukan kamera paling mewah yang pernah dibuat perusahaan Jepang itu. Namun justru di situlah letak pesonanya. Ia menjadi pintu masuk ke dunia full-frame, menawarkan kualitas profesional tanpa harus menjebol tabungan. Kamera ini mungkin lahir sebagai “adik” dari seri 5D, tapi sejarah mencatatnya sebagai salah satu karya paling berpengaruh—diam-diam jadi legenda. (*)
Bagikan