Bayi
Kamis, 03 Agustus 2023 15:16 WIB
Penulis:Pratiwi
JAKARTA (sijori.id) - Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, dr Puguh Setyo Nugroho, Sp.THT-KL, menyebut masa paling krusial adalah ketika anak masih berusia bayi karena hal itu bisa memicu gangguan kebisuan “Yang penting sebenarnya waktu bayi. Karena kalau bayi lahir kemudian dia tidak bisa mendengar kemungkinan besar dia akan menjadi bisu,” katanya dikutip TrenAsia.com dari laman resmi Pemerintah Kabupaten Pacitan.
Jika hal tersebut terjadi, tentu saja akan berdampak buruk bagi masa depan penderita. Mulai dari dampak pada kehidupan, sosialisasi, maupun pendidikannya. Oleh karena itu ia berharap dokter umum dapat berperan aktif melakukan deteksi dini di wilayah kerja masing-masing.
Bayi dengan risiko lebih tinggi gangguan pendengaran, lanjut Puguh, adalah yang lahir dengan kelainan khusus. Semisal bayi prematur, gangguan jalan lahir, maupun bayi dengan gejala penyakit kuning. Tentu saja, orang tua berperan penting memantau perkembangan anak di usia dini.
“Ketika kemudian (bayi) usia 8 bulan dia tidak respons ketika dipanggil atau dalam bahasa kita ‘dikudang’ nggak respons, ada suara keras nggak noleh, maka kita harus curiga,” ujarnya.
Saat seorang bayi menginjak usia 2 tahun namun belum mampu bicara, imbuh Puguh, orang tua wajib memberi perhatian khusus. Rekam jejak si bayi sejak lahir pun harus dibuka. Hal itu untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kelainan pendengaran.
“Kalau gangguan pendengaran terjadi saat anak berusia di bawah 2 tahun, sebelum dia bisa bicara, maka kemungkinan besar anak ini akan menjadi bisu. Karena periode usia emas itu 8 bulan sampai 2 tahun,” katanya.
Ia menambahkan, pada periode emas, mereka biasanya belajar untuk bicara. Untuk bicara maka dia harus mendengar. "Yang mereka dengar sejak lahir sampai usia 8 bulan itu ya bahasa ibunya. Sehingga syarat untuk bicara, dia harus bisa mendengar,” tambah dokter kelahiran Punung, Pacitan tersebut.
Dia pun membeberkan teknologi mutakhir yang mampu mengoreksi gangguan pendengaran berat hingga kembali berfungsi sempurna. Yaitu dengan implan koklea atau rumah siput. Informasi semacam itu, lanjut Puguh, penting diketahui masyarakat sehingga kasus dapat ditangani tanpa menunggu penderita dewasa. (*)
Bagikan