DKPP Nyatakan Ketua KPU Melanggar Etika

Senin, 05 Februari 2024 22:12 WIB

Penulis:Pratiwi

Ketua Komisi Pemilihan Umum atau Ketua KPU Hasyim Asy'ari
Ketua Komisi Pemilihan Umum atau Ketua KPU Hasyim Asy'ari (dkpp.go.id)

JAKARTA (sijori.id) - Ketua Komisi Pemilihan Umum atau Ketua KPU Hasyim Asy'ari dinyatakan melanggar etika dalam proses penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) dan partisipasinya dalam tahapan pemilu.

“(Para teradu) terbukti melakukan pelanggaran kode etik pedoman perilaku penyelenggara pemilu,” kata majelis hakim, yang dipimpin Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Heddy Lugito yang disiarkan dalan YouTube DKKP, pada Senin, 5 Januari 2024.

Hasyim dan anggota KPU lainnya, Betty Epsilon Idroos, Mochammad Affifudin, Persadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz, diadukan oleh Demas Brian Wicaksono dalam kasus dengan nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023.

Sementara itu, Iman Munandar B. juga diadukan dengan nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023, P.H. Hariyanto dengan nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023, dan Rumondang Damanik dengan nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023. Hasyim dan komisioner KPU didakwa menerima pendaftaran Gibran sebagai calon wakil presiden pada 25 Oktober 2023.

Sebelumnya, para pengadu menyatakan tindakan tersebut dianggap melanggar Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, sebagaimana tertera dalam keterangan tertulis DKPP.

Sebab, para teradu belum melakukan revisi atau perubahan terhadap peraturan setelah adanya keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, diduga tindakan Hasyim dan anggotanya adalah membiarkan Gibran ikut dalam proses pencalonan.

“Telah jelas-jelas melanggar prinsip berkepastian hukum,” ujar pengadu seperti dikutip keterangan tertulis DKPP. Sementara itu, DKPP menjelaskan pengadu merasa tidak puas karena KPU telah melanggar prosedur dalam pembuatan aturan penerimaan calon presiden dan wakil presiden.

Pengadu berpendapat KPU seharusnya mengubah Peraturan KPU (PKPU) terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden setelah keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90 tahun 2023.

Putusan Mahkamah Konstitusi menambah persyaratan usia calon presiden dan wakil presiden dari minimal 40 tahun menjadi diizinkan di bawah 40 tahun, asalkan pernah atau sedang menduduki jabatan sebagai kepala daerah.

“Para teradu baru mengajukan konsultasi kepada DPR pada 23 Oktober 2023, atau 7 hari setelah putusan MK diucapkan,” kata Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi. Wiarsa menyatakan, dalam sidang para teradu memberikan alasan bahwa mereka baru mengirim surat pada 23 Oktober 2023 karena DPR sedang berada dalam masa reses.

Meski begitu, alasan yang diberikan oleh KPU terkait keterlambatan permohonan konsultasi dengan DPR dan pemerintah setelah putusan MK dianggap tidak tepat.

“DKPP berpendapat dalih para teradu terbantahkan karena dalam masa reses dapat dilakukan rapat dengar pendapat, sebagaimana diatur dalam Pasal 254 Ayat 4 dan Ayat 7 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib,” ujar Wiarsa.

Wiarsa menambahkan, DKPP mencatat tindakan komisioner KPU yang lebih dulu mengirim surat kepada pimpinan partai politik setelah putusan MK mengenai syarat usia calon presiden dan wakil presiden dianggap melanggar Peraturan KPU. Seharusnya, mereka seharusnya melakukan konsultasi dengan DPR dan pemerintah.

“Para teradu dalam menaati putusan MK a quo dengan bersurat terlebih dulu kepada pimpinan partai politik adalah tindakan yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan perintah Pasal 10 Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan dan Keputusan di lingkungan KPU,” ucap Wiarsa.

“Para teradu seharusnya responsif terhadap kebutuhan pengaturan tahapan pencalonan presiden dan wakil presiden 2024 pasca-putusan Mahkamah Konstitusi a quo karena telah terjadi perubahan terhadap syarat capres-cawapres untuk tahun 2024,” ujar Wiarsa. (*)