BRI
Kamis, 05 Agustus 2021 16:52 WIB
Penulis:Pratiwi
JAKARTA (sijori.id) - Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) Yenny Wahid mengungkapkan ia memiliki optimisme yang tinggi atlet Indonesia bisa bersinar di Olimpiade 2024.
"Olimpiade 2024 nanti bisa jadi momen bagi insan panjat tebing kita, terutama para atlet kita untuk bisa berjaya, untuk bisa kembali merajai, dan menjadi paling the best," kata dia, Rabu (4/8/2021).
Optimisme itu didukung fakta nomor speed akan dipertandingkan secara terpisah pada Olimpiade 2024 sehingga Indonesia memiliki peluang lebih besar untuk lolos dan meraih medali. International Olympic Committee (IOC) telah menyetujui masuknya panjat tebing dalam Olimpiade Paris 2024.
Persetujuan tersebut diputuskan melalui voting dalam pertemuan sesi ke-134 IOC di Lausanne, Paris, Selasa (25/6/2019). Kemudian, pada 7 Desember 2020, Dewan Eksekutif IOC secara resmi memastikan panjat tebing dimasukkan dalam salah satu cabang olahraga yang digelar di Olimpiade Paris 2024.
Berbeda dengan Olimpiade Tokyo 2020, nomor yang diusulkan untuk cabor panjat tebing adalah speed dan combined lead-boulder. Sehingga nantinya akan ada empat nomor yang dipertandingkan yakni speed putra-putri serta combined lead-boulder putra-putri. Adapun jumlah atlet yang ditargetkan untuk cabor panjat tebing sebanyak 72 orang yang terdiri dari 36 putra dan 36 putri.
Indonesia pun akan memanfaatkan peluang ini untuk mencetak prestasi tertinggi di dunia olahraga. Yenny mengungkapkan untuk nomor speed, atlet Indonesia memang terkenal di mata dunia. Selain berhasil menjadi juara di kompetisi tingkat dunia, atlet Indonesia juga membuktikan kualitasnya dengan beberapa kali mencetak rekor dunia untuk nomor speed world record.
Sebut saja kiprah dua atlet muda Indonesia yakni Veddriq Leonardo dan Kiromal Katibin yang mampu mencetak rekor dunia di ajang IFSC Climbing World Cup, Salt Lake City (USA) 2021.
Dalam ajang itu, Veddriq yang melawan rekan senegara Kiromal mampu mencatatkan waktu 5,208 detik. Catatan waktu ini sekaligus menjadi rekor baru setelah sebelumnya dipecahkan oleh Kiromal Katibin di babak kualifikasi dengan 5,258 detik. Terpaut 0,050 detik.
"Indonesia diakui, dihormati, dan dianggap sebagai lawan yang berat di mata dunia untuk kategori speed," ungkap Yenny.
Yenny tak memungkiri jika peluang Indonesia di Paris akan besar untuk meraih medali. Menurutnya, target yang dipasang harus tinggi dan bisa meraih emas. Oleh karena itu, target tersebut harus didukung dengan persiapan yang matang.
FPTI pun sudah menyusun langkah strategis yakni melakukan pembinaan secara intensif dari sekarang. Ia melihat banyak atlet muda yang sudah kelihatan potensinya dan diyakini masih bisa beraksi pada 2024 karena secara usia masih prima.
"Karena apapun namanya, massa otot itu penting. Kalau udah agak senior, pasti massa ototnya akan otomatis menurun sehingga berpengaruh ke performa. Jadi, usia sangat penting. Kita punya stok atlet muda yang bagus. Potensinya luar biasa karena mereka juga menang di kejuaraan dunia," tutur dia.
Atlet potensial itu misalnya Rahmad Adi Mulyono dari Jawa Timur. Adi menorehkan namanya dalam sejarah panjat tebing dengan menjadi pemenang IFSC Connected Speed Knockout yang baru digelar untuk pertama kalinya. Kompetisi ini digelar pada 2 Agustus 2020.
"Adi itu usianya baru 19 tahun dan pada 2024 dia masih bisa jauh itu (dalam berprestasi). Masih bisa ikut," ujar dia.
Atlet potensial lainnya yakni Veddriq Leonardo dari Kalimantan Barat dan Kiromal Katibin dari Jawa Tengah. Selain itu, ada atlet putri potensial misalnya Desak Made Rita Kusuma Dewi dari Bali.
"Rita itu bisa lebih lagi prestasinya. Pada prakualifikasi angkanya nomor tiga. Kadang pas pertandingan agak enggak mujur, enggak bisa sampai atas. Tergelincir. Ini nasib. Tetapi, secara hitungan angka dia sudah dapat waktu. Sudah bisa memecahkan itu," jelas dia.
Ia mengungkapkan FPTI sedang menyiapkan lini dua dan lini tiga untuk diambil sebagai persiapan menggapai prestasi di Olimpiade 2024. Para atlet pun mulai dipantau sejak di taraf kejuaraan junior misalnya di usia 13 hingga 15 tahun. FPTI akan melihat potensi yang ada secara jeli.
"Makin muda saat mendalami olahraga ini, makin terbentuk muscle memorynya atau memori ototnya. Misalnya Katibin, dia mulai dari usia 8 tahun. Penting sekali. Kalau betul-betul ada bakat dan minat dan ketemu dengan kita, pasti bisa kita fasilitasi."
Selain potensi, ia juga kagum dengan motivasi setiap atlet yang masuk pemusatan latihan nasional. Setiap atlet memiliki target sendiri yang selalu dijadikan motivasi setiap harinya sehingga semangat saat berlatih.
Bahkan, meskipun mereka bersahabat di pelatnas, setiap atlet terpacu untuk mengalahkan rekan sejawatnya dan menjadi yang terbaik. Mereka termotivasi untuk berada di podium tertinggi sehingga Bendera Merah Putih berkibar dan Lagu Indonesia Raya berkumandang di dunia.
Lead dan Boulder
Sementara itu, untuk nomor lead dan boulder, Yenny mengakui Indonesia masih memiliki kelemahan. Menurutnya, untuk menciptakan atlet dengan kemampuan di lead dan boulder dan dari sisi combined, memerlukan banyak faktor pendukung. Faktor tersebut harus dilihat secara sistematik yang berarti tak bisa dilihat dari sisi atletnya saja.
"Kita harus bisa menciptakan sistem yang lebih baik untuk mendukung prestasi mereka. Nah, bukan cuma atlet yang dilatih, tetapi termasuk pembuat jalur. Di situlah atlet bisa berlatih dengan berbagai macam kreasi atau berbagai macam jalur yang berbeda sehingga mereka bisa lebih terbiasa untuk bertanding dalam model apapun."
Ia menyebutkan, untuk nomor lead dan boulder tidak bisa sekadar bicara soal kecepatan dan kekuatan otot atlet. Dalam nomor ini juga dibutuhkan IQ yang cukup tinggi karena atlet harus bisa mengambil keputusan tepat dalam waktu singkat.
"Dia harus cepat ambil keputusan strategis, buat mapping, jalur akan seperti apa, rute mana yang akan diambil. Itu kan split second. Terjadi dalam hitungan seperberapa detik. Itu memerlukan intelektualitas, intelegensia yang cukup tinggi."
Yenny mengatakan, saat ini FPTI sedang mencoba untuk menjaring bibit baru untuk lead dan boulder yang tidak hanya memenuhi syarat secara fisik, tetapi juga mental serta kemampuan otak yang cukup tinggi. Ia mengakui untuk menemukan bibit tersebut tidaklah mudah. Ia pun berharap kepada masyarakat untuk proaktif berkomunikasi dengan FPTI jika menemukan bibit unggul di lapangan.
Mengenai absennya Indonesia di ajang Olimpiade Tokyo, putri Gus Dur ini mengungkapkan pandemi menjadi salah satu penyebabnya. "Sebetulnya bukan atlet kita tidak mengikuti kejuaraan prakualifikasi Olimpiade. Tetapi, yang terjadi sendiri adalah kejuaraannya sendiri tidak bisa diadakan karena pandemi sehingga IFSC, induk panjat tebing seluruh dunia, memutuskan pemenang di kejuaraan sebelumnya ditentukan menjadi peserta Olimpiade," ujar dia.
Di sinilah, ujar Yenny, Indonesia berada di posisi yang tidak diuntungkan sehingga tidak bisa mengirimkan atletnya berlaga di Tokyo.
Bagikan
Ekonomi
4 bulan yang lalu