Keran Ekspor Pasir Laut Dibuka ...

Senin, 29 Mei 2023 21:40 WIB

Penulis:Pratiwi

Keterlibatan-Aparat-Pemerintah-Dalam-Penangkapan-Nelayan-dan-Aktivis-6.jpg
Ilustrasi tambang pasir laut.

 

 

 

JAKARTA (sijori.id) — Presiden Joko Widodo resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Regulasi itu salah satunya membuka kembali keran ekspor pasir laut usai dilarang selama 20 tahun terakhir.

Dalam beleid tersebut, pasir laut dapat diekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi. Adapun pasir laut yang sudah dikeruk boleh dimanfaatkan untuk sejumlah hal seperti reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, dan pembangunan prasarana oleh pelaku usaha.Pemerintah beralasan kebijakan itu digedok untuk mengendalikan hasil sedimentasi di laut.

Dalam aturannya, pelaku usaha yang mengajukan permohonan izin pemanfaatan pasir laut harus memenuhi beberapa kriteria seperti bergerak di bidang pembersihan hasil sedimentasi di laut dan pemanfaatan hasil sedimentasi di laut yang meliputi pembersihan dan pemanfaatan dengan teknis khusus, pengangkutan, penempatan, penggunaan, dan penjualan hasil sedimentasi di laut.

Sejumlah lembaga pemerhati lingkungan seperti Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) hingga Greenpeace memandang PP itu hanya akan membuat ekosistem laut di wilayah tambang pasir terganggu. Hal itu termasuk masyarakat pesisir yang selama ini menggantungkan hidup pada hasil laut.

Kelangkaan pangan pun bisa terjadi apabila ekosistem terganggu. Hal ini karena laut merupakan salah satu sumber penghasil makanan warga Indonesia. Pada jangka panjang, pengerukan tambang pasir dinilai mempercepat krisis iklim.

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, ikut bersuara keras dengan menentang pembukaan keran ekspor pasir laut. “Climate change sudah terasakan dan berdampak. Janganlah diperparah dengan penambangan pasir laut,” tulis Susi dalam akun Twitternya, dikutip Senin 29 Mei 2023.

Pada masa kepemimpinan Presiden Megawati, tepatnya tahun 2002, pemerintah telah melarang ekspor pasir laut lewat Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Kelautan dan Perikanan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 89/MPP/Kep/2/2002, Nomor SKB.07/MEN/2/2002, dan Nomor 01/MENLH/2/2002 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.

Departemen Perindustrian dan Perdagangan ikut mengatur penghentian ekspor pasir laut lewat Surat Keputusan (SK) Menperindag No 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut. Aturan itu diambil untuk mencegah kerusakan lingkungan berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil. Kala itu, sejumlah pulau kecil di sekitar daerah terluar dari batas wilayah Indonesia di Kepulauan Riau tenggelam akibat penambangan pasir.

Alasan lain yakni belum diselesaikannya batas wilayah laut antara Indonesia dan Singapura. Sementara proyek reklamasi di Singapura yang mendapatkan bahan baku dari pasir laut perairan Riau dikhawatirkan mempengaruhi batas wilayah antara kedua negara. Namun SK Menperidag ternyata tak cukup ampuh membasi penjualan pasir laut yang legal maupun ilegal.
 

 

SBY Turut Melarang

Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kemudian menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 02/M-DAG/PER/1/2007 tentang Larangan Ekspor Pasir, Tanah, dan Top Soil. Beleid ini pun belum mampu membendung ekspor pasir laut ke Singapura secara ilegal setidaknya hingga 2012. Pasir laut Indonesia bahkan disebut membuat Singapura berhasil memperpanjang bibir pantainya sejauh 12 kilometer.

Data dari Singapura menyebutkan luas negara tersebut pada 2017 mencapai 724,2 kilometer persegi, jauh meningkat dibandingkan luas pada 1959 yang hanya 581,5 kilometer persegi. Sejumlah negara di Asia Tenggara sendiri telah melarang ekspor pasir ke Singapura seperti Kamboja dan Malaysia.

Pembukaan keran ekspor pasir laut secara legal melalui PP No.26/2023 dikhawatirkan bakal semakin mengeruk sumber daya lingkungan di Indonesia. Potensi ekspor ilegal juga muncul lantaran pemerintah hanya akan memberikan sanksi administratif bagi para pelanggar. Pengesahan PP No.26/2023 juga dianggap bertentangan dengan komitmen Jokowi untuk memulihkan ekosistem laut.

Potensi pemasukan yang besar dinilai membuat pemerintah akhirnya meloloskan ekspor pasir laut setelah dua dekade pelarangan. Dalam rapat dengar pendapat tahun 2022, Komisi VII DPR RI membeberkan pasir laut menyimpan potensi ekonomi besar dan berpeluang mendongkrak Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Komisi VII pun mengungkap ada dua kementerian yang memperebutkan tata kelola usaha pertambangan pasir yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Setelah itu, upaya evaluasi terhadap larangan ekspor pasir laut terus dievaluasi hingga akhirnya melahirkan PP No.26/2023. (*)