Ramadhan Putar Ekonomi RI

Senin, 01 April 2024 22:29 WIB

Penulis:Pratiwi

Belanja Lebaran BlokM Square - Panji 3.jpg
Ilustrasi berbelanja.

JAKARTA (sijori.id) - Kepala UKM Center FEB UI, Zahra Kemala mengungkap perputaran uang yang terjadi selama bulan Ramadhan tidak hanya disebabkan oleh Tunjangan Hari Raya (THR), melainkan juga oleh sejumlah faktor lainnya.
 

Zahra menekankan bahwa faktor-faktor seperti peningkatan konsumsi, praktik zakat dan sedekah, belanja peralatan dan baju lebaran, serta promosi dan diskon, turut berkontribusi dalam mempercepat aktivitas ekonomi selama bulan Ramadhan.

"Momen berbuka puasa sering dijadikan ajang pertemuan bagi kerabat, teman, atau mitra bisnis, yang menyebabkan pengeluaran menjadi lebih tinggi," ujar Zahra dilansir ui.ac.id, Senin, 1 April 2024.

Mendekati Idul Fitri, aktivitas belanja dan perputaran uang di sektor ritel dan pasar tradisional semakin meningkat. 
 

Meskipun hasil dari setiap industri rumahan mungkin terlihat relatif kecil jika dilihat secara individual, namun jika dihitung secara kolektif, industri ini memberikan kontribusi yang signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebuah negara.

Fenomena ini didorong oleh jumlah besar pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang aktif di sektor ini.

Meskipun skala produksi yang dimiliki oleh setiap pelaku UMKM terbatas, namun keberadaan ribuan atau bahkan jutaan UMKM di seluruh negeri membentuk sebuah ekosistem ekonomi yang kuat.

Dampak kumulatif dari kegiatan industri rumahan terhadap perekonomian sangatlah signifikan. 
 

 

Lapangan Kerja

Selain memberikan kontribusi langsung terhadap PDB melalui produksi dan penjualan barang atau jasa, industri rumahan juga membuka lapangan kerja bagi banyak orang, mengurangi tingkat pengangguran, meningkatkan pendapatan rumah tangga, dan memperluas cakupan ekonomi inklusif. 
 

Meskipun kondisi ekonomi yang sangat menguntungkan selama Ramadhan sulit untuk direplikasi di waktu lain karena kecenderungan masyarakat Indonesia lebih merayakan hari raya Islam dibandingkan hari raya lainnya, Zahra menyatakan bahwa masih ada peluang untuk menciptakan kondisi ekonomi serupa di luar Ramadhan.

Dia menyoroti momen libur panjang seperti Natal dan Tahun Baru (Nataru) atau libur sekolah sebagai waktu yang potensial untuk meningkatkan konsumsi secara nasional.

“Pada kondisi tersebut, peluang untuk meningkatkan kontribusi industri rumahan masih ada," terang Zahra

Sebagai contoh, selama musim libur Natal, industri rumahan dapat fokus pada pembuatan produk kriya sebagai dekorasi dan hadiah natal, produksi makanan dan kue khas natal, penyediaan jasa pelayanan, serta hiburan.

Demikian pula, selama libur sekolah, industri rumahan dapat berperan dalam penyediaan jasa pengasuhan anak, les privat atau bimbingan belajar, penjualan produk anak, dan katering ringkas.

Dengan demikian, meskipun bulan Ramadhan tetap menjadi puncaknya dalam aktivitas ekonomi di Indonesia, pelaku industri rumahan dapat tetap berperan penting dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi di luar periode tersebut. 
 

Adanya kesadaran akan potensi ini diharapkan dapat mendorong upaya-upaya yang lebih besar dalam mengoptimalkan kontribusi industri rumahan bagi pembangunan ekonomi nasional. (*)