149 Juta Anak di Dunia dibawah Usia 5 Tahun Mengalami Stunting
JAKARTA (sijori.id) - Jumlah kasus stunting di Indonesia pada tahun 2019 mencapai 27,67 persen. Angka itu berhasil ditekan dari 37,8 persen pada tahun 2013. Namun, angka ini masih lebih tinggi dibandingkan toleransi maksimal stunting yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu kurang dari 20 persen.
Presiden Joko Widodo pada Januari 2021 menargetkan pada tahun 2024 kasus stunting di Indonesia bisa ditekan hingga berada di angka 14 persen
Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian, dan Pengembangan BKKBN Prof. Rizal Damanik pada Webinar Hari Aksi Anti Stunting menuturkan, "Atas nama pemerintah Indonesia, saya ingin menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya pada Hari Aksi Anti Stunting yang ke-1 ini, yang mempertemukan para pembuat kebijakan, donor, dan akademisi untuk mempromosikan penelitian dan intervensi untuk memastikan bahwa setiap anak dapat mencapai potensi penuh terhadap pertumbuhannya”, ucap Prof. Rizal Damanik, Rabu (8/9/2021), pada acara Webinar Action Against Stunting Awareness Day with The Topic "The Progress on Implementation of Stunting Policy and Program (Stunting Condition in Indonesia, Stunting Related Policy and Program, Gap on implementation" yang diselenggarakan secara virtual oleh Seameo Recfon.
Latar belakang diselenggarakannya kegiatan ini berdasarkan data tahun lalu, 149 juta anak di bawah usia lima tahun mengalami stunting. Anak-anak ini, lebih dari setengah tinggal di Asia sementara hampir 40% tinggal di Afrika. WHO menyebut stunting sebagai salah satu hal yang berarti dan menghambat perkembangan manusia. Forum ini menjadi kesempatan bagi 3 negara utk menyampaikan tantangan yang dihadapi agar UK dapat menjaga komitmen dukungan kepada negara berkembang.
Prof. Rizal juga menyampaikan, “Pengurangan stunting merupakan prioritas nasional pemerintah Indonesia, yang dipimpin langsung oleh Wakil Presiden sebagai Ketua Pengarah dan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai Ketua Pelaksana. Kami berkoordinasi erat dengan Bappenas, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, dan Sekretariat Wakil Presiden”, kata Prof. Rizal
“Indonesia telah menetapkan target untuk mempercepat penurunan stunting menjadi 14% pada tahun 2024. Gugus tugas pengurangan stunting dibentuk dari tingkat pusat hingga desa. Tim ini berperan untuk mengkoordinir, mensinergikan, dan mengevaluasi pelaksanaan percepatan penurunan stunting di wilayahnya. Strategi nasional percepatan pengurangan stunting menjadi kerangka utama bagi seluruh elemen negara”, imbuhnya.
Ada 5 pilar percepatan pengurangan stunting, terdiri dari:
(1) penguatan komitmen dan visi pemimpin di kementerian/lembaga di tingkat pusat, provinsi, kabupaten, dan desa;
(2) meningkatkan komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat;
(3) memperkuat konvergensi Intervensi Nutrisi Spesifik dan Gizi Sensitif;
(4) meningkatkan ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu, keluarga, dan masyarakat;
(5) penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, penelitian, dan inovasi.
Sementara itu, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera BKKBN dr. Irma Ardiana juga menyampaikan, ”BKKBN juga telah berkolaborasi dan mengimplementasikan ke lintas sektoral program-program yang berfokus pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan keterlibatan universitas untuk membantu tingkat sub nasional dalam literasi dan analisis data. Mencegah terjadinya peningkatan prevalensi stunting harus dilakukan pada siklus daur hidup di tahap remaja. Untuk itu, penurunan stunting juga harus melibatkan stakeholder lainnya, mulai dari dunia usaha, universitas dan organisasi profesi, organisasi masyarakat madani, mitra pembangunan, dan media. BKKBN menyatakan adanya potensi pelibatan perguruan tinggi untuk mendukung penurunan stunting di Kabupaten/kota melalui konvergensi di 1000 HPK.". (*)