Aturan Menutup Jalan untuk Hajatan
(sijori.id) - Keberadaan jalan yang ditutup warga karena dipakai untuk hajatan ataupun keperluan lainnya seringkali ditemui di Indonesia. Terkadang penutupan jalan tersebut menimbulkan kemacetan.
Selain itu terkadang mengakibatkan akses orang yang hendak melintas menjadi kesulitan. Lantas bagaimana hal tersebut jika dipandang dari sisi hukum? Pengaturan terkait hal tersebut dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa penggunaan jalan untuk penyelenggaraan kegiatan di luar fungsinya dapat dilakukan pada jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten/kota, dan jalan desa seperti tertuang dalam Pasal 127 Ayat (1) UU LLAJ.
Namun untuk jalan nasional dan provinsi, kegiatan yang diselenggarakan harus dalam skala nasional sedangkan untuk acara pribadi seperti hajatan atau lainnya, penyelenggaraannya hanya dapat dilakukan dengan menggunakan jalan kabupaten/kota dan jalan desa.
Acara nasional berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor10 Tahun 2012 tentang Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas (Perkapolri Nomor 10 Tahun 2012) meliputi kegiatan keagamaan, kegiatan kenegaraan, kegiatan olahraga, dan kegiatan seni atau budaya.
Adapun acara pribadi berdasarkan regulasi tersebut meliputi pesta perkawinan, kematian, atau kegiatan lainnya. Terkait adanya penyelenggaraan acara yang menutup jalan tersebut, harus ada jalan alternatif pengganti untuk mendapatkan izin seperti diatur dalam Pasal 128 Ayat (1) UU LLAJ.
UU LLAJ juga menyatakan jika sebuah jalan ditutup untuk acara dan dialihkan melalui rute alternatif, maka harus ada rambu lalu lintas sementaara yang dipasang sebagai tanda untuk pengalihan rute tersebut. Adapun izin terkait dengan penggunaan jalan tersebut diberikan pihak Kepolisian.
Selaku pemberi izin, pihak Kepolisian juga bertanggung jawab menempatkan petugas pada ruas Jalan yang ditutup guna kelangsungan suatu acara untuk menjaga keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan.
Tata Cara Perizinan
Terkait tata cara perizinan penggunaan jalan untuk kepentingan lainnya dapat dilakukan dengan melakukan pengajuan izin paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum waktu pelaksanaan acara.
Khusus untuk prosesi kematian, permohonan izin dapat diajukan secara tertulis maupun lisan kepada pejabat Polri tanpa memperhitungkan batas waktu pengajuan tersebut. Izin tertulis tersebut berdasarkan Perkapolri Nomor 10 Tahun 2012 dapat diajukan kepada:
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengajuan izin tersebut berdasarkan Pasal 17 Ayat (3) Perkapolri Nomor 10 Tahun 2012 meliputi sebagai berikut:
- Foto kopi KTP penyelenggara atau penanggungjawab kegiatan;
- Waktu penyelenggaraan;
- Jenis kegiatan;
- Perkiraan jumlah peserta;
- Peta lokasi kegiatan serta Jalan alternatif yang akan digunakan; dan
Surat rekomendasi dari:
a. satuan kerja perangkat daerah provinsi yang membidangi urusan pemerintahan perhubungan darat untuk penggunaan Jalan nasional dan provinsi;
b. satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota yang membidangi urusan pemerintahan perhubungan darat untuk penggunaan Jalan kabupaten/kota; atau
c. kepala desa/lurah untuk penggunaan Jalan desa atau lingkungan.