Benjamin Netanyahu Kembali ke Kursi Perdana Menteri Israel

Pratiwi - Sabtu, 31 Desember 2022 00:39 WIB
null

TEL AVIV (sijori.id) - Benjamin Netanyahu kembali ke kursi Perdana Menteri Israel setelah sempat digulingkan di tengah jalan. Dan kali ini dia kembali dengan kekuatan yang mengkhawatirkan banyak pihak. Netanyahu yang berusia 73 tahun mengambil sumpah jabatan pada Kamis 29 Desember 2022. Beberapa saat setelah parlemen Israel, atau Knesset, mengeluarkan mosi percaya pada pemerintahan barunya. Dari 120 anggota parlemen, 63 suara mendukung pemerintahan baru, dengan 54 suara menentang.

Netanyahu menjadi perdana menteri antara 1996 hingga 1999 dan kemudian antara 2009 hingga 2021. Kembalinya Netanyahu kali ini sekaligus meresmikan pemerintahan sayap kanan paling konservatif dalam sejarahnya.ini memicu ketakutan di kalangan warga Palestina serta sayap kiri Israel.

Al Jazeera melaporkan kemenangan Netanyahu diraih dengan koalisi campuran ultra-Ortodoks dan sayap kanan. Koalisi tersebut mencakup beberapa politisi sayap paling kanan yang pernah dilihat. Mereka sebelumnya berada di pinggiran politik dan sekarang mereka berada di panggung utama.

Netanyahu bersama dengan mitra koalisinya kini memiliki mayoritas di Knesset. Dalam pidatonya dia mengatakan mengakhiri konflik Arab-Israel akan menjadi prioritas utamanya. Selain itu juga akan menghentikan program nuklir Iran dan membangun kapasitas militer Israel.

Kemenangan Netanyahu dalam pemilihan parlemen 1 November diperkirakan akan mengakhiri kerusuhan politik selama bertahun-tahun di Israel dengan pemerintah berulang kali jatuh. Dalam waktu kurang dari empat tahun terjadi lima kali pemilihan.

Sebagian besar adalah hasil dari oposisi politik yang intens terhadap Netanyahu yang diadili karena korupsi.

Koalisi pemerintah saat ini secara eksplisit menyebut ekspansi permukiman di Tepi Barat yang diduduki sebagai prioritas.Sebuah langkah yang menurut hukum internasional, sebagai tindakan yang illegal.

Itu mencerminkan posisi para pemimpin sayap kanan yang telah diberi posisi teratas, seperti pemimpin Religius Bezalel Smotrich, dan pemimpin Kekuatan Yahudi Itamar Ben-Gvir.

Ofer Cassif anggota Knesset sayap kiri mengatakan Israel saat ini sedang menuju ke arah yang sangat berbahaya. Dia menambahkan kedatangan pemerintah baru akan menandai Israel sebagai negara fasis yang lengkap. “masyarakat internasional harus menyadarinya dan menindaklanjutinya,” katanya dikutip Aljazeera.

Susunan pemerintahan baru kemungkinan akan semakin mengobarkan hubungan dengan jutaan warga Palestina yang hidup di bawah pendudukan Israel. Menurut PBB, warga Palestina telah menghadapi tahun paling mematikan sejak 2006. Ini terutama setelah Israel melancarkan serangan di Gaza pada Agustus, serta serangan hampir setiap hari di Tepi Barat yang menyebabkan puluhan pembunuhan dan penangkapan.

Presiden Israel Isaac Herzog, yang sebagian besar memegang peran seremonial telah memperingatkan bahwa seluruh dunia khawatir tentang tokoh-tokoh seperti Ben- Gvir yang memasuki pemerintahan.

Netanyahu telah berusaha untuk melawan beberapa ketakutan itu. Dia mengatakan akan membentuk pemerintahan yang stabil untuk jangka waktu penuh, dan akan menjaga semua warga negara Israel. Namun dia telah mendorong undang-undang yang membuka jalan bagi pemerintahannya untuk menjabat. Satu undang-undang, yang memungkinkan seorang menteri yang menjalani hukuman percobaan untuk menjabat. Secara khusus undang-undang ini dirancang untuk memungkinkan ketua partai ultraortodoks Shas Aryeh Deri menjadi menteri.

Namun menurut Aljazeera sebagian besar fokus dan ketakutan sejumlah pihak tertuju pada Smotrich dan Ben-Gvir. Keduanya tinggal di pemukiman ilegal di Tepi Barat. Smotrich akan menjadi menteri keuangan dan juga memiliki wewenang atas pemukiman. Sementara Ben-Gvir akan menjadi menteri keamanan. Gvir dihukum pada tahun 2007 dengan tuduhan “hasutan terhadap orang Arab” setelah menyerukan agar orang Palestina di Israel diusir.

Yordania Ingatkan Garis Merah

Menanggapi perkembangan politik di Israel Raja Yordania Abdullah II memperingatkan Tel aviv untuk tidak melewati garis merah di Yerusalem.

“Jika orang ingin berkonflik dengan kami, kami cukup siap,” katanya dalam wawancara dengan CNN.

Raja Yordania mengatakan semua pihak harus harus khawatir tentang intifada berikutnya. Dan jika itu terjadi, itu adalah pelanggaran hukum dan ketertiban yang lengkap dan yang tidak akan menguntungkan Israel maupun Palestina.

Israel merebut Yerusalem Timur dari Yordania dalam perang 1967 tetapi menandatangani perjanjian damai dengannya pada tahun 1994. Dalam perjanjian itu Israel secara resmi mengakui peran khusus Amman di tempat-tempat suci kota itu. Tetapi keduanya sejak itu memiliki hubungan yang tidak nyaman. Yordania secara teratur menuduh Israel melanggar perjanjian yang memberikannya kendali atas situs tersebut.

Monarki Yordania telah menjadi penjaga situs suci Yerusalem sejak 1924 dan menganggap dirinya sebagai penjamin hak beragama Muslim dan Kristen di kota tersebut.

Ketegangan tertinggi terjadi di kompleks yang dikenal umat Islam sebagai Haram Al Sharif dan disebut Temple Mount oleh orang Yahudi. Situs tersebut termasuk Masjid Al Aqsa. Daerah ini juga merupakan situs tersuci dalam Yudaisme. Politisi sayap kanan Israel sering berpendapat bahwa orang Yahudi juga harus memiliki hak untuk berdoa di sana.

Dari populasi Yordania yang berjumlah sekitar 10 juta, lebih dari setengahnya adalah keturunan Palestina. Termasuk lebih dari dua juta pengungsi Palestina.

Yordania adalah negara Arab kedua yang menormalkan hubungan dengan Israel, setelah Mesir. Dan setelah menunggu selama beberapa dekade, Israel mencetak kemenangan diplomatik besar pada tahun 2020 dengan mendapatkan pengakuan dari empat negara Arab lainnya, Uni Emirat Arab, Bahrain, Maroko, dan Sudan.

Hubungan dengan Israel sangat diawasi di dalam negeri Yordania. Banyak yang menentang penguatan hubungan lebih lanjut karena perlakuan Israel terhadap Palestina. Namun menurut Abdullah, integrasi Israel ke wilayah itu sangat penting. Tetapi hal itu tidak akan terjadi kecuali ada masa depan bagi Palestina.

Yordania juga melipatgandakan upaya untuk memperjelas status umat Kristen di Timur Tengah akhir-akhir ini. Pada bulan September di Majelis Umum PBB dia memproklamirkan York bahwa kekristenan di Yerusalem "di bawah api". Sebuauh pesan yang didukung oleh para patriark dan Kepala Gereja di Yerusalem.

Beberapa gereja di Tanah Suci juga membunyikan alarm tentang status umat Kristiani di sana. Dalam pesan Natal minggu ini, Kepala Gereja di Yerusalem, sebuah kelompok gereja Palestina, mengeluarkan pernyataan mengecam penyerangan terhadap pelaksanaan agama mereka dan pembatasan yang tidak beralasan pada ibadah.

Raja Abdullah mengatakan gereja-gereja di Yerusalem menghadapi tantangan dari kebijakan di lapangan yang menyebabkan komunitas Kristen berada di bawah tekanan.

Yordania telah menjadi tempat berlindung yang aman bagi orang Kristen Timur Tengah selama lebih dari dua dekade terakhir. Pada bulan Desember, raja meluncurkan rencana induk untuk mengembangkan Bethany Beyond the Jordan. Sebuah Situs Warisan Dunia UNESCO di mana orang Kristen percaya Yesus dibaptis di tempat ini.

Sementara itu secara terpisah juru bicara Hamas Hazem Qassem mengatakan perlawanan Palestina tidak akan membiarkan pemerintah baru Netanyahu untuk melewati garis merah. Dia merujuk pada niat kabinet untuk lebih memperluas proyek pemukiman ilegal dan mencaplok Tepi Barat yang diduduki.

Di bagian lain Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas mengatakan moto pemerintah Israel yang baru adalah "ekstremisme dan apartheid". Namun, Benny Gantz, mantan menteri pertahanan Israel kepada Abbas melalui telepon mengatakan penting untuk menjaga saluran komunikasi dan koordinasi terbuka antara otoritas Palestina dan pemerintah Israel. (*)

Tags netanyahuBagikan

RELATED NEWS