Cara Baik dan Benar Mengonsumsi Singkong
BOGOR (sijori.id) – Guru Besar Ilmu Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) Fransiska Rungkat, mengatakan singkong akan lebih baik jika dimakan secara utuh dan bukan hasil olahan. Singkong utuh memiliki lebih banyak nutrisi. Bahkan, konsumsi tepung tapioka saja dapat berkaitan dengan penyakit degeneratif atau Penyakit Tidak Menular (PTM).
Singkong, kata Fransiska, seharusnya dapat mengatasi dua masalah sekaligus terkait kesehatan dan ketahanan pangan. Namun, pengolahan singkong melalui proses pemurnian dapat mengganggu kesehatan. Hasil pengolahan produk-produk murni seperti tepung tapioka tidak mengandung gizi apapun kecuali karbohidrat.
“Konsumsi pangan murni yang sudah tidak mengandung serat dan komponen bioaktif seperti tepung-tepung yang sudah dimurnikan itu sangat berhubungan dengan penyakit-penyakit degeneratif atau penyakit modern yang ada sekarang ini,” ujar Fransiska dilansir dari laman resmi ipb.ac.id, Selasa (10/5/2022).
Menurutnya, pola makan tinggi karbohidrat berhubungan erat dengan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung hingga alzheimer. Risiko penyakit ini bisa ditekan melalui regulasi pemerintah yang mengatur ketersediaan pangan sehat.
Singkatnya, angka kasus diabetes, penyakit jantung dan kanker dapat ditekan. Sehingga masyarakat harus memperhatikan asupan makanan agar tidak tergiring pada PTM. Karena faktanya, angka kasus PTM di Indonesia semakin meningkat.
Masyarakat, kata Fransiska, harus memahami prinsip penting dari makanan sehat, yakni harus terdiri dari nabati atau berasal dari tumbuhan sebagai fokus sumber gizi.
“Kemudian harus dikonsumsi dalam bentuk utuh, artinya tidak mengalami banyak proses pengolahan yang menghilangkan komposisi gizinya. Ketiga harus alami, artinya sedapat mungkin tidak mendapat bahan-bahan sintetik. Serta harus bervariasi, jenis umbi-umbian lain harus juga dimasukkan ke dalam menú makanan,” papar Fransiska.
Proses Pengolahan Singkong
Diungkap dia, proses pengolahan singkong dalam produksi tapioka melalui tahap pemerasan, pengendapan dan penyaringan. Pada tahap pemerasan ini terjadi pemisahan pati dari komponen singkong lainnya.
Serat, senyawa, bioaktif, vitamin dan mineral sebagian terbuang, sebagian tertinggal pada onggok. Proses ini menghasilkan tepung pati/tapioka yang bersifat tidak utuh akan menghasilkan produk tidak utuh.
“Bila nasi dapat digantikan dengan singkong 20 persen saja maka dapat turut menurunkan angka ketergantungan beras dan mengatasi ketahanan pangan. Terlebih singkong kaya akan vitamin dan mineral. Di dalamnya juga terdapat serat larut yang mengandung beta glucan dan memiliki aktivitas antikanker yang tinggi,” tutur Fransiska.
Diungkap Fransiska, inovasi singkong oleh peneliti IPB University juga telah dipublikasikan. Salah satunya produk bernama Cassava Chunk, singkong rebus steril siap saji.
Produk Cassava Chunk sudah dipublikasi sebagai produk pangan alternatif sumber karbohidrat pengganti nasi. Produk ini terbuat dari singkong pilihan dan diolah secara alami dengan proses minimal tanpa bahan pengawet dan rasanya legit. Produk lainnya adalah Cassava Fries, singkong goreng siap saji yang dibuat seperti french fries.
“Dengan adanya produk-produk seperti ini mungkin masih banyak produk singkong yang bisa dikembangkan. Tetapi mudah-mudahan produk-produk ini bisa merebut hati banyak masyarakat kita sehingga bisa menggantikan nasi dengan singkong, setidaknya untuk sarapan dan cemilan,” ujar Fransiska.
Dirinya juga berharap produk tersebut dapat diproduksi massal dengan pilot plan yang sudah disiapkan. (*)