Diplomasi Orang Utan ala Malaysia

Pratiwi - Minggu, 12 Mei 2024 10:49 WIB
Orang utan (wwf.id)

batampos - Malaysia berencana untuk memperkenalkan “Diplomasi Orang Utan” dalam hubungannya dengan negara-negara pengimpor minyak kelapa sawit, dengan menawarkan hewan tersebut sebagai hadiah perdagangan.

Tujuannya adalah meredakan kekhawatiran tentang dampak lingkungan dari penanaman komoditas tersebut. Rencana tersebut serupa dengan “Diplomasi Panda” yang digagas oleh China.

Tahun 2023, Uni Eropa (UE) membuat peraturan larangan impor komoditas terkait dengan deforestasi/penggundulan hutan. Sikap tersebut dinilai memengaruhi produksi minyak kelapa sawit, komoditas yang digunakan untuk makanan hingga kosmetik.

Pemerhati lingkungan menyoroti eksploitasi minyak sawit lantaran memicu kerusakan hutan hujan di Malaysia dan Indonesia.

Malaysia, sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar kedua di dunia setelah Indonesia, menyatakan undang-undang tersebut bersifat diskriminatif dan bertujuan untuk melindungi pasar biji-bijian minyak Uni Eropa.

“Sebagai bagian dari strategi diplomasi, Malaysia akan menawarkan hadiah berupa orang utan kepada mitra dagangnya, terutama para importir besar seperti Uni Eropa, India, dan China,” ujar Menteri Perkebunan dan Komoditas, Johari Abdul Ghani, dilansir dari Reuters, pada Rabu, 8 Mei 2024.

“Dengan langkah ini, kami akan membuktikan kepada masyarakat global bahwa Malaysia berkomitmen pada konservasi keanekaragaman hayati,” jelas Johari melalui platform media sosial X pada Selasa, 7 Mei 2024.

“Malaysia tidak bisa mengambil pendekatan defensif terhadap masalah minyak sawit,” tambahnya.

“Sebaliknya, kita perlu menunjukkan kepada negara-negara di dunia bahwa Malaysia adalah produsen kelapa sawit yang berkelanjutan dan berkomitmen untuk melindungi hutan dan kelestarian lingkungan.” Tidak ada rincian lebih lanjut dari rencana tersebut.

Di situs webnya, kelompok konservasi WWF mengatakan spesies orang utan, yang dibedakan dari bulunya yang merah, dan nama yang berarti “manusia hutan” dalam bahasa Melayu, berstatus sangat terancam punah, dengan populasi kurang dari 105,000 di pulau Kalimantan yang terdiri dari Indonesia, Malaysia dan Brunei.

Dikutip dari AFP, WWF mengungkapkan, penebangan hutan, perluasan pertanian, khususnya perkebunan kelapa sawit, dan pembangunan infrastruktur merupakan ancaman terbesar hilangnya habitat mereka. (*)

Tags Orang UtanBagikan

RELATED NEWS