DPR Minta Program Hilirisasi Dievaluasi

Pratiwi - Senin, 12 Februari 2024 22:29 WIB
Pemandangan lokasi penambangan nikel Vale di Sorowako, provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia (Reuters/Ajeng Dinar Ulfiana)

JAKARTA (sijori.id) - Harga nikel diperkirakan terus mengalami penurunan tahun ini, mengikuti kecenderungan penurunan yang terjadi pada tahun sebelumnya. Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menyerukan kepada pemerintah untuk mengevaluasi jalannya proses hilirisasi nikel yang telah dilakukan selama ini.

Mulyanto meminta pemerintah untuk tidak terlalu agresif dalam meningkatkan kapasitas ekspor nikel, karena hal tersebut dapat mengakibatkan pasokan yang berlebihan di pasar internasional dan menurunkan harga nikel.

“Jangan menguras cadangan nikel untuk produk setengah jadi seperti feronikel dan NPI (nickel pig iron) dengan harga jual murah seperti sekarang ini. Apalagi kalau industri ini menggunakan energi kotor dan limbahnya dibuang ke laut,” ujar Mulyanto dalam keterangan resminya, dikutip pada Senin, 12 Februari 2024.

Mulyanto juga meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program hilirisasi nikel, demi optimalnya penerimaan keuangan negara dan kesejahteraan masyarakat. “Sementara operasional smelter dijalankan secara ugal-ugalan, sehingga banyak menewaskan pekerja,” kata dia.

Menurut Mulyanto, memberikan insentif besar kepada industri smelter oleh pemerintah pada saat harga jual nikel sedang rendah seperti saat ini mengakibatkan berkurangnya penerimaan negara.

Berdasarkan data dari London Metal Exchange (LME), harga nikel pada penutupan perdagangan pada Jumat, 9 Februari 2024 mencapai US$ 15.725 per ton. Meskipun tren harga sejak awal 2024 menunjukkan fluktuasi, harga nikel telah tetap berada di sekitar angka US$ 16.000 sejak 5 Januari hingga 5 Februari kemarin.

Data dari Westmetall menunjukkan harga nikel terus menurun sejak September 2023, ketika harga per tonnya masih berada di kisaran US$ 20.000. Menurut laporan dari Forbes, harga nikel telah turun hingga 45% dalam kurun waktu 12 bulan terakhir. Penurunan harga ini disebabkan oleh kelebihan pasokan yang melebihi permintaan.

Tapi, Morgan Stanley memproyeksikan nikel telah mencapai titik harga terendahnya dan memiliki potensi untuk mengalami kenaikan atau rebound.

“Hal ini tidak berarti akan terjadi pemulihan yang cepat, atau bahwa tidak diperlukan pengurangan produksi,” kata analis Morgan Stanley, dikutip dari Forbes. Bank investasi yang berbasis di New York, Amerika Serikat ini memperkirakan harga nikel akan stabil di kisaran US$15.500 per ton.

Bank investasi yang berbasis di New York, Amerika Serikat, memproyeksikan harga nikel akan tetap stabil, berada di sekitar angka US$15.500 per ton.
Tanggapan Luhut Mengenai Harga Nikel

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, menyatakan Indonesia bukan penyebab turunnya harga nikel dunia.

“Itu kan at the end cari equilibrium-nya (keseimbangan). Apapun komoditasnya, jika melihat harganya tidak boleh hanya dari setahun dua tahun, harus 5-10 tahun. Harus dilihat kumulatif harganya kemudian melihat harga rata-ratanya,” ujarnya saat ditemui di kantornya pada Rabu, 7 Februari 2024.

Menurut analisis Macquarie, bank investasi yang berasal dari Australia, kelebihan pasokan dari Indonesia telah mendorong produsen di negara lain untuk menutup tambang yang tidak menghasilkan keuntungan.

Analisis itu menyebut Washington dan Paris panik lantaran pergolakan ini dapat memberikan kontrol yang lebih besar kepada China atas sumber daya strategis tersebut.

“Ya biar saja tambang dunia tutup asal tambang kita gak ikut-ikutan,” ujar Luhut. Meski dituding memproduksi nikel secara jor-joran, Luhut dengan tegas membantah hal tersebut.

“Kita tidak pernah jor-joran, tidak betul itu,” katanya. (*)

Editor: Pratiwi
Tags HilirisasiBagikan

RELATED NEWS