IMF: Waspadai Potensi Maraknya Perusahaan ‘Zombie’ di Indonesia

Pratiwi - Selasa, 04 Juli 2023 20:30 WIB
IMF: Waspadai Potensi Maraknya Perusahaan ‘Zombie’ di Indonesia
International Monetary Fund (IMF).

JAKARTA (sijori.id) — International Monetary Fund (IMF) mewanti-wanti Indonesia ihwal peluang munculnya perusahaan-perusahaan ‘zombie’ di Tanah Air. Perusahaan zombie merupakan analogi perusahaan yang membutuhkan dana talangan atau kreditur seperti bank agar dapat beroperasi. Perusahaan zombie ketika berutang cenderung hanya mampu membayar bunga atas utangnya, alias gagal melunasi pokok utang.

Hal itu menyusul dampak pandemi Covid-19 serta kenaikan suku bunga yang terjadi belakangan ini.

Diketahui, Bank Indonesia (BI) tercatat menaikkan suku bunga sebanyak 225 basis poin selama periode covid-19 dari sebelumnya. Suku bunga ini menjadi titik terendah sepanjang sejarah yakni 3,5% menjadi 5,75%.

Dikutip dari laporan terbaru IMF, Selasa 4 Juli 2023, lembaga tersebut menilai Indonesia sebenarnya sudah melakukan relaksasi kredit hingga Maret 2024 untuk mengurangi beban kenaikan bunga acuan. Namun pembatasan relaksasi akan membuat perusahaan di sektor tertentu yang tidak masuk klasifikasi melemah.

Hal itu, menurut IMF, bakal menambah risiko makin banyak perusahaan zombie yang hidup segan mati tak mau di Tanah Air. “Memperpanjang relaksasi kredit meningkatkan risiko moral hazard, penundaan pengumuman kerugian, dan memperpanjang keberadaan perusahaan 'zombie',” demikian pernyataan IMF.

Minta Relaksasi Tak Dilanjutkan

IMF merekomendasikan relaksasi klasifikasi kredit yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak lagi diperpanjang setelah berakhir pada Maret 2024 mendatang. Hal ini untuk mengantisipasi kerugian yang tertahan di tahun-tahun berikutnya. Sebaliknya, IMF mendukung instrumen makroprudensial yang sudah mulai diarahkan untuk mendorong penyaluran kredit perbankan.

Hal tersebut agar kinerja kredit tetap positif tanpa perlu restrukturisasi. “Kebijakan makroprudensial bisa jadi diperketat secara bertahap untuk pemulihan pra-pandemi, seperti untuk batas pinjaman (property dan pinjaman mobil) dan mengurangi beberapa insentif,” saran IMF.

Laporan IMF membeberkan perusahaan yang rentan dan memiliki risiko utang lantaran restrukturisasi berjumlah tak sedikit. Perusahaan tersebut memiliki interest coverage ratio (ICR) atau rasio cakupan bunga kurang dari 1. Namun IMF tak menyebutkan jumlah perusahaannya secara detail. Namun IMF menyebut ada kenaikan perusahaan berisiko dari 21% menjadi 28%. (*)

Tags IMFBagikan

RELATED NEWS