Indonesia Akan Terima Dua Jet T-50i pada November 2025
JAKARTA (sijori.id) – TNI Angkatan Udara memastikan Indonesia akan menerima gelombang pertama jet tempur latih T-50i Golden Eagle dari Korea Selatan pada November 2025.
“Dua unit dijadwalkan tiba bulan November, sisanya menyusul kemudian,” kata Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama I Nyoman Suadnyana dalam keterangan tertulis, Selasa (30/9).
Pesawat buatan Korea Aerospace Industries (KAI) itu merupakan bagian dari kontrak pengadaan enam unit T-50i. Kehadirannya ditujukan memperkuat kemampuan pertahanan udara sekaligus meningkatkan kapasitas pelatihan penerbang tempur Indonesia.
TNI AU sebelumnya telah mengoperasikan varian terdahulu T-50i di Skadron Udara 15, Pangkalan Udara Iswahjudi, Madiun, Jawa Tengah. Namun, Nyoman belum merinci di mana enam pesawat baru tersebut akan ditempatkan.
Pada 29 September lalu, Wakil Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Madya Tedi Rizalihadi meninjau fasilitas produksi KAI di Sacheon, Korea Selatan. Dalam kunjungan itu, Tedi disambut Wakil Presiden Senior KAI Jae-Byoung Cha yang memaparkan proses perakitan sekaligus sistem perawatan pesawat.
Pesanan Rafale
Selain T-50i, Indonesia juga memesan jet tempur Rafale buatan Prancis. Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Mohamad Tonny Harjono menyebut tiga unit pertama Rafale dijadwalkan tiba antara Februari–Maret 2026.
Tonny telah meninjau pembangunan fasilitas pendukung di Pangkalan Udara Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, Riau, pada 22 September. Peninjauan itu untuk memastikan kesiapan infrastruktur dalam mendukung pengoperasian jet generasi 4,5 tersebut.
Pada Mei lalu, Tonny juga mengonfirmasi TNI AU tengah mengkaji kemungkinan pengadaan jet tempur J-10C buatan Tiongkok. Namun, ia menegaskan keputusan pembelian alutsista harus melalui tahapan panjang dan mendapat persetujuan Dewan Pemilihan Alat Pertahanan.
“Dalam prosesnya, kami mempertimbangkan aspek kompatibilitas, kebutuhan strategis, serta hubungan internasional,” ujar Tonny.
Indonesia, sebagai negara nonblok, menjaga kemitraan pertahanan dengan sejumlah negara. Tonny menekankan, keputusan akhir terkait pengadaan sistem persenjataan strategis tetap berada di Kementerian Pertahanan. (*)
