Ketika Pemuda Memilih Menjadi Petani Aren
SUKABUMI (sijori.id) - Menjadi petani kini memang belum menjadi pilihan mayoritas pemuda desa, banyak pemuda yang lebih memilih merantau ke kota-kota besar untuk mengadu nasib. Adalah Nogi Yuga Sugiawan pemuda yang kini bersama puluhan petani aren atau enau/arenga pinnata mengantungkan hidupnya dari pengolahan nira aren sebagai sumber penghidupan mereka.
Awalnya, ia mengungkapkan melihat pentingnya pohon aren bagi kehidupan masyarakat di kampung mereka.
"Banyak keluarga saya yang menjadi petani pengolah gula aren tetapi selama ini mereka mayoritas kurang mampu. Karena memang produk gula yang dihasilkan masih belum standar," kata dia.
Atas tekad ingin mendongkrak perekonomian petani aren, dia mengaku mulai mencari cara bagaimana gula aren yang mereka produksi menjadi pilihan pasar dengan produk yang berkualitas.
Sampai kemudian, Nogi mengaku sekitar 3 tahun lalu berkesempatan bertemu dengan pembeli gula aren yang ternyata juga pemilik pabrik pengolahan gula aren, Ibu Letty.
Pembuatan gula aren pun, sejak itu mulai diseragamkan dengan standar yang telah ditetapkan PT Mitra Aren Indonesia.
Kini gula aren yang diproduksi petani, kualitasnya premium, tambah dia.
Untuk memenuhi kebutuhan gula aren yang di pasok ke PT Mitra Aren Indonesia, ia mengatakan dirinya secara rutin memastikan kualitas produk yang mereka produksi sesuai standar yang telah disepakati.
"Saya bersama 46 petani di dua kasepuhan wilayah Taman Nasional Gunung Halimun Salak memilih untuk menjaga dan menjadikan pohon aren sebagai andalan memenuhi mencukupi kebutuhan ekonomi, karena itu kualitas gula merupakan hal paling penting," kata dia dibincangi belum lama ini.
Ia menjelaskan dua kasepuhan yang kini telah secara konsisten memroduksi gula aren kualitas premium tersebut adalah Kasepuhan Cipta Mulya dan Kasepuhan Sirna Resmi.
Setiap petani di dua kasepuhan ini rata-rata memiliki 5-10 pohon aren, kata dia lagi.
Andalkan Gula Aren
Emi (28) petani aren mengakui kalau dirinya dan suami berbagi tugas dalam memroduksi gula aren.
"Suami saya yang melakukan penyadapan nira sampai di bawah ke pondok untuk di masak, saya yang memasak," kata perempuan muda ini bercerita.
Pengolahan gula aren, tambah dia selama ini belum menjadi penghasilan utama masyarakat di desa tersebut karena harganya murah dan menjualnya pun tidak bisa rutin karena sangat tergantung dengan tengkulak.
Namun, sejak tiga tahun ini ia mengatakan kalau gula aren dari Desa Sirna Rasa menjadi salah satu pemasok ke PT Mitra Aren Indonesia.
"Kami membuat gula sesuai dengan standar atau permintaan yang telah ditentukan oleh perusahaan, gula yang bersih dan tidak ditambah bahan kimia diantara syarat yang ditentukan," kata dia.
Penjualan gula pun, dia menambahkan kini cenderung stabil berkisar 70 kilogram sampai 100 kilogram per minggu.
Gula biasanya dikumpulkan dan dibawa ke pabrik untuk diolah menjadi gula semut atau gula cair sesuai dengan produk yang dihasilkan perusahaan yang berlokasi di wilayah Cikembar, Sukabumi, Jawa Barat tersebut.
Sejak itu, Emi mengakui kalau kebutuhan rumah tangga mereka bisa terpenuhi dengan cukup terutama untuk kebutuhan lauk pauk dan lainnya, karena untuk beras mereka masih memiliki sawah yang panen dua kali dalam setahun.
Sementara perusahaan PT Mitra Aren Indonesia, merupakan perusahaan pengolahan produk gula aren menjadi gula semut dan gula aren cair.
Produk yang dihasilkan perusahaan yang dipimpin Iis Letty Jumiati tersebut, selama ini menjadi pemasok pada sejumlah perusahaan nasional maupun multinasional di Indonesia.
Bahkan, juga telah mengekspor gula semut ke sejumlah negara, seperti Malaysia dan Korea Selatan.(*)