Kisah Desa Wonogondo Lepas dari Krisis Air
PACITAN (sijori.id) - Desa Wonogondo, Kecamatan Kebonagung di Pacitan, Jawa Timur, dulu, tiap kemarau melanda, hampir tidak pernah absen mengalami krisis air. Surat permohonan droping air kepada pemerintah daerah pun kerap kali dilayangkan, guna mencukupi kebutuhan dasar masyarakatnya.
Dikutip dari keterangan tertulis Pemkab, Kepala Desa Indra Rukmana menyebut desa dengan lima dusun yang dihuni lebih dari 2 ribu penduduk itu harus rela antri droping air bersih atau terpaksa membeli dari penjual musiman.
“Selain menunggu antrian dropping, solusi saat itu ya warga terpaksa membeli air yang dibawa oleh penjual musiman. Per kubik mencapai 120 ribu rupiah,” ujar Indra Rukmana Kades setempat mengenang.
Tidak ingin membuat warganya terus sengsara, pemerintah desa didukung pemda dan pemerintah pusat terus melakukan berbagai cara untuk mengatasi kekeringan ini.
Solusi Suplai Utama dari Sumber Mata Air
Setelah menerima ide dan gagasan maka disepakatilah Kali Galang, Kali Talang, Kali Ngrancah dan Kali Kemuning sebagai suplai utama yang nanti akan dikembangkan. Desa kemudian menggambar skenario distribusi air. “Mengingat demografi wilayahnya, sehingga kami menyesuaikan, ada yang dengan pompa ada juga yang menggunakan sistem gravitasi,” beber Kades.
Tidak habis membayangkan desanya dulu kebingungan mencari air, kini semua warga tidak pernah cemas saat kemarau panjang. Cukup membayar Rp600 ribu untuk instalasi, masyarakat dapat mandi di rumah masing-masing. Sedang per kubik, air yang kini dikelola oleh BUMdes Berkah Abadi hanya dijual seribu rupiah.
Untuk masyarakat yang kurang beruntung pada lini ekonomi, pihak desa membentuk Bantuan Amal dan Sedekah Wonogondo (Basdewo). Dana tersebut didapat dari sukarela perangkat dan masyarakat yang memang berkeinginan membantu warga lain yang tidak mampu.
Begitu juga dengan Desa Gendaran di Donorojo, ujung barat Pacitan ini dahulu juga sering mengalami krisis air, sehingga pihak desa dan masyarakat bekerja keras menghidupkan kembali sistem pengairan yang ada. Karena mereka juga meyakini, di masing-masing wilayah desa tetap mempunyai sumber mata air.
Hanya saja bagaimana kecakapan semua elemen masyarakat dan pemerintah untuk kembali mengatur dan mengoperasikan baik saat kemarau maupun hujan. Karena saat hujan, air iuran dari warga bermanfaat untuk kelangsungan peralatan, seperti pipa, pompa dan yang lain.
Wonogondo lepas dari krisis air bersih, kini pihaknya hanya bertugas membangun budaya penting, seperti menanam pohon utamanya di titik-titik sumber air, seperti pohon beringin, trembesi dan berbagai tanaman lain dukungan dari swasta maupun pemerintah.
“Untuk desa lain, awali dengan membentuk Komitmen bersama masyarakat. Kita harus berani membangun inovasi,” pesan Indra yang mengaku limpahan air di Wonogondo ia maksimalkan sebagai destinasi wisata bernama Kolam Renang Wono Wening.
Wonogondo melalui KPSPAMSTirto Adem Desa Wonogondo pun pernah memperoleh Piagam Penghargaan KPSPAMS Award. Kategori Widya Tirta Paripurna, ini adalah penghargaan atau dukungan nyata dalam pencapaian 100% akses air minum dan sanitasi oleh Provinsi Jawa Timur. (*)