Mengenal Jusuf Hamka, Bos Jalan Tol
JAKARTA (sijori.id) - Jusuf Hamka adalah seorang konglomerat Indonesia yang juga dijuluki sebagai Bos Tol. Bukan tanpa sebab, ia merupakan pemilik dan pengelola sejumlah ruas jalan tol di Indonesia.
Pengusaha sukses yang juga sering dipanggil dengan nama “Babah Alun” ini juga memegang saham mayoritas di PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) yang tak lain adalah kontraktor swasta untuk proyek pembangunan jalan tol di berbagai penjuru tanah air.
Begitu sukses dan dikagumi banyak orang, tak banyak yang tahu jika dulunya Jusuf Hamka pernah bekerja sebagai pedagang asongan di kawasan Masjid Istiqlal.
Berikut ini TrenAsia.com merangkum perjalanan Jusuf Hamka mengejar kesuksesan dari nol dari berbagai sumber.
1. Jadi Pedagang Asongan
Jusuf Hamka lahir di Jakarta pada 5 Desember 1957. Ia Lahir dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga Tionghoa dari pasangan Dr. Joseph Suhaimi S.H (Ayah) dan Suwanti Suhaimi (Ibu). Kedua orang tuanya merupakan seorang guru dan dosen di salah satu universitas di Jakarta.
Jusuf Hamka merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara. Dia menghabiskan masa kecilnya di daerah Pasar Baru, Jakarta Pusat.
Kala itu, untuk menambah uang jajan, Jusuf berjualan es mambo hingga kacang-kacangan di wilayah Masjid Istiqlal.
2. Tidur di Atas Rakit
Saat berusia 17 tahun, ia pernah bekerja untuk usaha kayu di Samarinda. Kala itu, dirinya tinggal dan tidur di atas rakit. Saat tak punya uang untuk makan, ia akan memancing ikan di dekat jamban sekitar tempat tinggalnya.
Lalu di usianya yang ke 29 tahun, ia sempat menyambi bekerja sebagai seorang sopir traktor pembuat jalan di Desa Bukuan, Kecamatan Palaran, Pinggir Sungai Mahakam.
3. Awal Mula Berkecimpung di Bisnis Tol
Jusuf Hamka menegaskan bahwa dirinya pertama terjun ke bisnis tol pada tahun 1998. Kala itu, Indonesia tengah mengalami krisis ekonomi dan terjadi reformasi.
Harga-harga saham termasuk jalan tol anjlok drastis karena kondisi perekonomian Indonesia yang tengah carut marut. Peluang ini yang akhirnya diambil Jusuf untuk untuk berinvestasi. Tentunya dengan keyakinan bahwa nantinya harga saham akan kembali.
“Karena perusahaan jalan tol ini go public, waktu itu habis reformasi harga saham itu bisa 10 kali di bawah pasarnya. Bahkan sampai Rp 200 - 300 perak. Mestinya biasa pasaran 3.000,” sebutnya dikutip dari Disway.
Dengan uang yang dimilikinya, akhirnya ia membeli beberapa saham di perusahaan jalan tol.
Bahkan, saham yang dibeli secara bertahap tersebut kemudian bisa sampai 12%. “Waktu itu, saya ada duit sedikit. Saya beli-beli juga. Terus saya sempat punya 12 persen,” bebernya. Sejak saat itu, Jusuf Hamka berkecimpung di bisnis jalan tol. (*)