Mengetahui Perbedaan Nuklir Taktis dan Nuklir Strategis
Sistem rudal Topol-M Rusia yang memiliki kemampuan serangan nuklir/Wikipedia
undefined
JAKARTA (sijori.id) - Nuklir telah menjadi spekulasi tak berujung sejak Rusia melakukan invasinya ke Ukraina. Vladimir Putin dan sejumlah pejabat Rusia kerap menyinggung kemungkinan penggunaannya pada beberapa kesempatan.
Jika pada akhirnya Rusia menggunakan senjata pemusnah massal ini, maka kemungkinan terbesar adalah melepaskan nuklir taktis. Seperti diketahui senjata ini dibagi menjadi dua kelompok besar. Yakni senjata nuklir strategis dan taktis.
Lantas apa bedanya keduanya?
Mereka berbeda dalam ukuran. Tetapi ini tidak sepenting kelihatannya. Ada senjata nuklir taktis dengan kekuatan lebih besar dari bom yang dijatuhkan di Hiroshima. Ada yang hasilnya tidak jauh lebih besar dari peluru artileri besar. Jadi menggunakan ukuran juga kadang tidak tepat untuk membedakan antara nuklir taktis atau strategis.
Perbedaan nyata dari keduanya sebearnya terletak pada misi. Senjata strategis dirancang untuk membuat negara lawan tidak mampu atau tidak mau melawan. Caranya dengan menghancurkan infrastruktur penting dan setidaknya elemen penting dari penduduknya.
Sementara senjata nuklir taktis dirancang untuk menambah kekuatan pada pertempuran yang terbatas dalam lingkup dan digunakan juga untuk tujuan yang terbatas.
Serangan nuklir strategis di Ukraina berarti akan melibatkan serangan nuklir di kota-kota besar, fasilitas produksi, transportasi dan berbagai tempat pentinglainnya. Tujuannya adalah untuk secara cepat membuat Ukraina tidak dapat berfungsi.
Sedangkan serangan nuklir taktis akan dimaksudkan untuk menghancurkan pasukan Ukraina yang terlibat dalam pertempuran dengan pasukan Rusia. Baik senjata nuklir taktis maupun strategis bermaksud untuk mengalahkan musuh. Tetapi senjata strategis bermaksud menghancurkan negara musuh secara definitif. Sedangkan senjata taktis bermaksud mengalahkan kekuatan yang lebih terbatas dan berharap untuk memaksa menyerah di medan perang tertentu.
Ukuran senjata nuklir yang diperlukan untuk ini dapat bervariasi. Dan mungkin lebih besar dari bom Hiroshima, namun masih dapat dianggap sebagai senjata nuklir taktis. Sekali lagi, bukan ukuran senjata tetapi misinya yang membedakakn.
Amerika Serikat mengembangkan senjata nuklir taktis pada 1960-an. Tujuan mereka adalah untuk mencegah atau mengalahkan potensi serangan lapis baja Soviet ke Jerman Barat.
Teorinya adalah bahwa pasukan Amerika akan mundur dari depan sejauh beberapa mil, Dan kemudian dorongan Soviet skala besar akan dimusnahkan oleh nuklir taktis. Karena senjata nuklir taktis diharapkan memiliki dampak terbatas.
Kelemahan artileri
Tentu saja artileri massal pada jarak yang sama dapat mencapai tujuan yang sama. Masalah yang ingin dipecahkan oleh senjata nuklir taktis adalah ketidakakuratan yang tak terhindarkan dari senjata konvensional.
Sebuah artileri harus mengetahui lokasi yang tepat dari targetnya saat ditembakkan, dan kemudian dapat mengenainya. Ini cukup sulit. Dan waktu antara penembakan dengan tumbukan memperumit misi karena target dapat menghindari serangan dengan manuver normal.
Selain itu tembakan kontra-baterai Soviet kemungkinan akan bergerak cepat hingga membuat tembakan kedua menjadi tidak mungkin.
Senjata nuklir taktis mengatasi masalah ini dengan memiliki radius kehancuran yang lebih luas, meskipun tidak terlalu besar. Kekurangan lainnya termasuk efek yang membutakan dari ledakan nuklir di kedua sisi, zona radiasi dan akan memunculkan reaksi besar dunia.
Senjata nuklir taktis Amerika tidak banyak jenisnya. Salah satunya bom b-61. Sekitar 200 rudal ini ditempatkan di Eropa. Sementara untuk kelas nuklir strategis diisi oleh ICBM Minutman III dan SLBM Trident II.
Rusia juga mengembangkan senjata nuklir taktis. Hulu ledak ditempatkan di sejumlah rudal baik yang berbasis darat, udara atau laut. Bahkan Soviet juga mengembangkan artileri yang bisa menembakan amunisi nuklir.
Rusia diperkirakan memiliki sekitar 2.000 senjata nuklir taktis. Beberapa rudal yang bisa menembakkan hulu ledak nuklir taktis antara lain Kalibr yang ditembakkan dari laut, Iskander M berbasis darat dan rudak KH-101 yang dibawa bomber Rusia.
Sedangkan untuk rudal nuklir strategis, Rusia memiliki ICBM Sarmat, SLMB Bulava dan juga torpedo nuklir Poseidon.
Kembali ke nuklir taktis. Jika fungsinya untuk menutup kelemahan akurasi artileri, maka sebenarnya pengembangan amunisi presisi dipandu membuat senjata nuklir taktis semakin tidak relevan atau berguna.
Selama Badai Gurun, rudal jelajah Tomahawk yang ditembakkan dari kapal Amerika dapat mengenai lantai tiga gedung Baghdad. Sekarang Rusia memiliki rudal jelajah Kalibr atau Iskander yang memiliki presisi tinggi. Beberapa kali kapal selam Rusia di laut hitam menembakkan Kalibr yang menghantam sasaran di Ukraina.
Senjata presisi baik dalam peluru artileri dan rudal jarak jauh berarti bahwa tembakan dapat dilakukan sesuai kebutuhan tanpa perlu serangan jenuh.
Di Perang Ukraina berbagai jenis senjata presisi digunakan oleh kedua belah pihak. Di bagian awal perang, tank Rusia dihancurkan oleh rudal anti-tank. Orang-orang Ukraina tersebar lebih luas, dan bahkan senjata nuklir taktis akan memiliki efek minimal.
Mundurnya Rusia dari Kharkiv juga sesuai dengan situasi di mana mereka menciptakan ruang untuk melakukan serangan nuklir taktis. Tetapi Rusia masih memiliki cara lain untuk mencapai hasil yang serupa. Dan dengan dampak yang jauh lebih ringan.
Dalam banyak perang yang terjadi sejak senjata nuklir taktis diperkenalkan, senjata itu tidak pernah digunakan. Ini bukan karena sentimen tetapi karena utilitas. Utilitas senjata nuklir strategis besar tampaknya masih utuh, tetapi ada cara yang lebih efektif untuk menghancurkan target tanpa menghancurkan area tersebut.
Tentu saja ada juga efek psikologis dari menggunakannya. Tetapi penggunaan taktis senjata nuklir selalu memiliki biaya politik dan pasti akan memunculkan reaksi besar internasional. Jadi tidak semudah kata-kata menggunakan nuklir. (dari berbagai sumber)