Menteri ESDM Usulkan Subsidi Listrik menjadi Rp88,36 Triliun pada 2025
JAKARTA (sijori.id) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengusulkan subsidi listrik menjadi Rp83,02 hingga Rp88,36 triliun di tahun 2025. Jumlah ini naik dari outlook subsidi listrik 2024 senilai Rp77,82 triliun
Kata Arifin, angka ini ditetapkan sesuai dengan asumsi ICP US$75-85 per barel dan kurs Rp15.300-16.000 per Dolar AS. Kemudian inflasi di angka sesuai KEM-PPKF 1,5-3,5% dan dengan asumsi tak ada penyesuaian tarif listrik untuk golongan pelanggan subsidi.
"Subsidi listrik dalan RAPBN 2025 diusulkan sebesar Rp83,02-88,36 triliun,” kata Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI pada Rabu, 19 Juni 2024.
Penetapan subsidi listrik 2024 termasuk sisa kurang bayar tahun 2022 sebesar Rp2,59 triliun. Adapun realisasi subsidi listrik tahun 2024 hingga Mei 2024 mencapai Rp30,04 triliun.
Menurutnya subsidi era Prabowo mendatang, mengarah pada pemberian subsidi yang tepat sasaran untuk golongan konsumen miskin dan rentan, di mana hal ini mendorong transisi energi yang efisien dan adil.
Sementara itu, berdasarkan Pasal 2 ayat 1 Peraturan Menteri ESDM Nomor 29 Tahun 2016 menjelaskan terkait peruntukan subsidi listrik. Dalam aturan itu, subsidi tarif listrik untuk rumah tangga dilaksanakan melalui PT PLN (Persero).
Lebih lanjut, subsidi diberikan kepada pelanggan rumah tangga dengan daya 450 volt ampere (VA) dan 900 VA masyarakat prasejahtera yang masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Kuota Subsidi BBM Ikut Naik
Sementara untuk kuota bahan bakar minyak (BBM) jenis solar subsidi dalam rancangan APBN (RAPBN) Tahun Anggaran 2025 diusulka sebesar 18,33-19,44 juta kiloliter (KL).
Jumlah tersebut mengalami kenaikan apabila dibandingkan kuota yang telah ditetapkan pada 2024 sebesar 17,8 juta KL. Arifin menjelaskan usulan kuota BBM bersubsidi tersebut dengan catatan dilanjutkannya program pemberian subsidi tetap untuk BBM solar, disertai pengendalian volume dan pengawasan atas golongan atau sektor-sektor yang berhak menggunakan.
Menurut Arifin, kenaikan volume BBM subsidi dibanding 2024 disebabkan oleh perhitungan regresi nonlinear untuk konsumsi BBM, proyeksi PDB 2025 dan metode eskalasi laju ekonomi berdasarkan penyaluran BBM. (*)