Musim Dingin, Berat bagi Ukraina dan Rusia

Pratiwi - Minggu, 03 Desember 2023 17:29 WIB
null

KYIV- Musim dingin ini kemungkinan akan terjadi kebuntuan panjang dan berdarah di Ukraina. Tidak ada pihak yang mundur. Namun mungkin akan menabur benih negosiasi tahun depan. Pensiunan kolonel Seth Krummrich kepada Al Jazeera Kamis 30 November 2023 mengatakan musim dingin sekarang hanya akan menambah kesengsaraan. Tidak ada pihak yang akan melakukan terobosan taktis atau operasional. Krummrich adalah wakil presiden di Global Guardian. Sebuah konsultan keamanan.

Ukraina melancarkan serangan balasan pada awal Juni. Mereka mengharapkan merebut kembali separuh wilayah yang direbut Rusia pada awal tahun. Namun Ukraina gagal dalam tujuan strategisnya untuk membagi pasukan Rusia menjadi dua. Mengisolasi Kherson, Zaporizhia dan Krimea dari Luhansk, Donetsk dan Kharkiv. Komandan senior Ukraina mengatakan serangan balasan akan terus berlanjut hingga musim dingin.

Bulan Oktober lalu Rusia berusaha membalasnya dengan serangkaian serangan baru di timur. Mereka bergerak menuju kota Kupiansk, Lyman, Avdiivka dan Mariinka. Tidak ada yang berhasil. Namun Rusia terus melakukan serangan meskipun di tengah salju dan es membeku.

“Ukraina dan Rusia akan mencoba untuk terus maju di musim dingin. Namun saya meyakini mereka bergerak dengan putus asa. Ini akan menjadi bencana. Akan ada lebih banyak mayat,” kata Krumrich.

Konstantinos Grivas, pengajar sistem persenjataan dan geopolitik di Akademi Angkatan Darat Hellenic mengatakan perang Ukraina tidak memiliki strategi tinggi. “Rusia terjebak dalam perang gesekan yang memiliki logikanya sendiri. Ini adalah perang autopilot,” katanya.

Grivas kepada Aljazera menambahkan kedua belah pihak gagal menghasilkan keunggulan teknologi atau taktis yang akan menghasilkan terobosan. Ini karena pertahanan dominan. Daya tembak dan pertahanan pasif seperti ladang ranjau, parit tampaknya telah menetralkan kemampuan pasukan mekanis dan udara.

Jika ada perkembangan kritis, maka itu akan menjadi keruntuhan karena kelelahan. Ini seperti pertandingan tinju di mana pukulan mereka tidak akan bisa membuat lawannya KO. Kedua belah pihak mempunyai strategi untuk mencapai kesuksesan. Namun sejauh ini semuanya gagal.

Rusia berharap angkatan bersenjata Ukraina akan segera runtuh ketika melakukan invasi pada Februari 2022. Ketika hal itu gagal, Rusia menghujani sekitar 10.000 rudal ke kota-kota di Ukraina untuk mematahkan keinginan negara tersebut untuk berperang.

Musim dingin lalu Rusia menargetkan pembangkit listrik sehingga menyebabkan pemadaman listrik. Dan pada bulan Juli Rusia mulai menargetkan infrastruktur pelabuhan untuk menghentikan ekspor biji-bijian Ukraina. Namun semua gagal membuat Ukraina menyerah.

Sekutu Ukraina di Barat merespons dengan sistem pertahanan udara, suku cadang, dan generator darurat untuk menjaga pasokan listrik Ukraina tetap mengalir. Mereka menyediakan rudal jarak menengah. Dikombinasikan dengan drone buatan dalam negeri Ukraina mencoba mendorong kekuatan angkatan laut Rusia kembali ke wilayahnya sendiri, sehingga menciptakan jalur yang aman bagi pelayaran dagang.

Ukraina mencoba strategi ofensifnya sendiri. Mereka menggunakan senjata jarak jauh ini untuk menyerang jauh di belakang Rusia. Tujuannya untuk mengganggu pasokan senjata ke garis depan, Namun Rusia memindahkan persediaannya ke luar jangkauan dan menemukan jalur pengiriman. Ukraina telah mengirimkan drone untuk menyerang lokasi pembuatan rudal Rusia dan Moskow. Namun muatan mereka terlalu kecil untuk menimbulkan banyak kerusakan. Artinya Ukraina juga gagal.

Ukraina baru-baru ini meminta pesawat tempur F-16 yang telah disetujui oleh beberapa anggota NATO. Namun diragukan hal ini akan menjadi pemecah kebuntuan. Bahkan jika mereka mendapatkan F-16, mereka tidak akan dapat menggunakannya secara efektif. Ini karena pesawat ini memerlukan ribuan jam pelatihan agar dapat beroperasi. Pendapat itu disampaikan Andreas Iliopoulos. Mantan wakil komandan Angkatan Darat Hellenic. Kepada Al Jazeera dia mengatakan F-16 Ukraina tidak akan efektif sampai tahun 2025.

Sekutu Ukraina juga telah melarang minyak, emas, berlian, kayu, dan ekspor menguntungkan lainnya dari Rusia. Tujuannya jelas yakni untuk melemahkan perekonomian Rusia. Namun Rusia menjual minyaknya dengan harga diskon ke China , India, dan pasar lainnya.

Sanksi juga berupaya menghentikan aliran modal dan teknologi sensitif ke Rusia. Namun Moskow telah memproduksi senjata dan membeli peluru artileri dan drone dari negara-negara yang memiliki kebencian yang sama terhadap Amerika Serikat. Iran dan Korea Utara.

Agustus 2023 lalu, intelijen Ukraina memperkirakan Rusia masih memiliki sekitar 585 rudal dari berbagai jenis. Namun berencana membuat lebih dari 100 rudal dalam sebulan. Bulan ini, kata militer Ukraina, Rusia telah menimbun lebih dari 800 rudal di Krimea saja. Dan tentu saja bersiap untuk menembakkannya.

Kemampuan Rusia untuk mempertahankan persediaannya dan memanfaatkan cadangan tenaga kerja dalam jumlah besar membuat beberapa pengamat berpendapat, bahwa waktu untuk negosiasi sudah dekat.

John Mearsheimer, seorang profesor ilmu politik di Universitas Chicago dalam sebuah opini baru-baru mengatakan Ukraina kemungkinan besar akan kalah dalam perang gesekan yang berlarut-larut. Menurutnya ini bukan pertarungan yang imbang.

Tetapi Krummrich juga menilai Rusia menghadapi masalah dengan personel militernya Krummrich yang pernah bertempur dalam operasi khusus di Irak dan Afghanistan ini meyakini moral tentara Rusia sedang menurun. Laporan terbaru menunjukkan semakin banyak tentara Rusia yang ingin pulang.


Waktunya Negosiasi?

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy telah menolak melakukan perundingan apa pun saat Rusia berada di wilayah Ukraina. Sementara Moskow bersikap lebih berhati-hati. Presiden Rusia Vladimir Putin kepada Kelompok 20 pada tanggal 21 November mengatakan Rusia tidak pernah menolak perundingan perdamaian dengan Ukraina. Tentu saja, semua harus memikirkan cara menghentikan tragedi ini.

Menurut Krummrich pernyataan Putin adalah sebuah pesan bahwa dia membutuhkan jalan keluar. Putin tidak punya rencana untuk situasi ini. Keinginan rahasia keduanya adalah bagaimana cara keluar dari perang ini. Dan siapa yang akan melakukan negosiasi terlebih dahulu.

Namun apakah hal itu mungkin terjadi pada musim dingin ini? Sepertinya belum. Untuk saat ini, kedua belah pihak menunjukkan keinginan untuk bertarung.

Putin mungkin mengharapkan kemenangan simbolis menjelang pemilu April mendatang. Dan perpecahan lain dalam aliansi Barat. Terutama jika mantan Presiden Donald Trump memenangkan pemilu Amerika lagi. Jika Trump dan Partai Republik menang maka berpotensi membuat segalanya lebih mudah bagi Rusia.

Tetapi jika Ukraina pada akhirnya terpecah. Beberapa orang yakin Rusia akan menderita kerugian yang juga besar. Menurut Grivas Rusia sedang menuju kekalahan besar. Kemenangannya akan menjadi sebuah bencana. Ini karena negara tersebut akan terisolasi dari negara-negara Eropa lainnya. Sebuah pukulan besar bagi inti eksistensinya.

“Rusia sedang di-Asianisasi. Dan pemenangnya adalah China serta negara-negara Eurasia lainnya. Mereka mampu memanfaatkan Rusia untuk mencapai tujuan kebijakan luar negeri mereka,” katanya. (*)

Tags UkrainaBagikan

RELATED NEWS