Nasi Uduk Bang Jamun Mampu Raup Omset 1,5 Juta Sehari

Tyo S - Sabtu, 03 Juli 2021 17:40 WIB
Warung nasi uduk Bang Jamun milik Abdul Azis di Kawasan Pasar Reni Lama, Pamulang. undefined

PAMULANG, Jogjaaja.com - Bersungguh-sungguh dalam menjalani sebuah usaha yang pasang surut sangatlah tidak mudah. Dibutuhkan kegigihan dan jiwa pantang menyerah. Tidak hanya itu saja. Belajar dari kesalahan dan kegagalan adalah hal yang utama untuk terus berkembang.

Bisnis kuliner yang menjadi pilihan banyak wirausahawan juga bukanlah usaha yang mudah dijalani. Begitu banyaknya usaha sejenis dengan berbagai pembeda masing-masing, menjadi tantangan bagi usaha-usaha semacam ini untuk dapat menarik pasarnya sendiri-sendiri. Ada yang fokus pada rasa, harga, tampilan, porsi, bahkan memadukan antara beberapa hal tadi.

Seperti yang dilakukan oleh Abdul Aziz pada usaha kuliner Betawi yang diberinya nama “Warung Bang Jamun” ini. Pria kelahiran sekitaran Rawa Belong, Jakarta Barat, begitu serius menjalani usaha masakan Betawi yang khas seperti Nasi Uduk dan Ketupat Sayur di sekitar tempat tinggalnya di Pondok Petir, Depok. Dia menyebutnya sebagai usaha sampingan.

Kini usaha yang identik dengan menu sarapan tersebut cukup dikenal masyarakat sekitarnya. Meskipun di musim pandemi, Nasi Uduk dan Ketupat Sayurnya tetap menjadi menu harian para pelanggan yang sudah cocok dengan rasa dan harga di warungnya.

Menu-menu yang disajikan oleh Aziz dan istri di mereka. Foto istimewa

Namun, mendapatkan pengakuan dari para pelanggan bukan hal mudah. Aziz yang seorang karyawan dari perusahaan media cetak nasional, mengakui bahwa usaha sampingan keluarganya tersebut butuh waktu bertahun-tahun untuk bisa memiliki pelanggan setia seperti saat ini.

“Ide berusaha sebenarnya sudah cukup lama saya impikan. Jauh sebelum memulai sekitar 3-4 tahun lalu, saya bahkan sudah membuat logo nasi uduk Bang Jamun. Alasan utama tentunya adalah penghasilan tambahan dan penghasilan paska pension,” beber pria kelahiran September 48 tahun silam ini seperti dikutip dari avesiar.com, baru-baru ini.

Bagi Aziz, jika berpikir memulai usaha setelah pensiun tentu akan sangat berat. Pertama, kata dia, faktor usia. Kedua, tidak ada penghasilan penopang, karena dia paham bahwa memulai usaha tidak mudah. Bahkan, tambahnya, belum bisa langsung jalan dengan keuntungan yang diharapkan.

pelanggan menyantap Nasi Uduk dan Ketupat Sayur Warung Bang Jamun saat sebelum pandemi Covid-19. Foto istimewa.

Dia menyadari kemungkinan akan bisa rugi lebih dahulu. Karena kedua alasan itulah Aziz meniatkannya dengan mengucap basmallah serta doa restu dari orang tua di awal April 2016.

“Saat awal mulai sampai dengan dengan 3 bulan pertama, usaha ini cukup menjanjikan karena masih banyak orang yang ingin mencoba dan mau tahu tentang nasi uduk Bang Jamun. Juga banyak teman-teman yang datang untuk mencicipi menu-menu usaha saya ini. Tetapi pada bulan bulan berikutnya mulai terasa beratnya berusaha. Di mana tingkat laku mulai menurun. Juga tata cara pengelolaan warung yang belum optimal karena belum berpengalaman,” papar suami dari Ainurohmah ini mengenang.

Diceritakannya, bahwa banyak orang yang bilang masakannya enak, tetapi kok kurang laku. Hal inilah yang membuat Aziz bimbang. Apakah dilanjutkan dengan kondisi rugi terus, atau stop dengan konsekuensi kerugian yang lebih besar. Karena, menurut dia, modal terbesar adalah investasi alat-alat masak dan pendukungnya.

Nasi Uduk bungkus daun pisang. Foto istimewa.

“Setelah mengevaluasi dan diskusi panjang dengan istri. Akhirnya kami sepakati untuk melanjutkan usaha, tetapi harus pindah lokasi jualan. Karena lokasi pertama sangat tidak kondusif untuk jualan nasi uduk. Yang utama adalah bentuknya toko kecil dengan ukuran 2,5 m x 4,5 m dengan tempat parkir yang nyaris tidak ada,” ujarnya.

Setelah 10 bulan menempati lokasi pertama, kata dia, akhirnya usaha tersebut pindah ke lokasi kedua, meskipun masih ada sisa 2 bulan masa kontrak di toko pertama. Dengan sangat baru dan hasil evaluasi usaha di tempat lama selama 10 bulan, lanjutnya, mereka memulai usaha di tempat baru di daerah Pasar Reni Lama, Pamulang, awal Februari 2017.

“Pengalaman 10 bulan pertama sangatlah penting. Karena di situ banyak perbaikan yang kami lakukan. Terutama masalah cara penyimpanan sisa makanan agar tidak basi dan terbuang. Karena sebelumnya kalau tidak habi terjual, semua makanan kami bagikan tetangga atau terbuang . Dengan sendirinya kami bisa mensiasati cara-cara mengolah makanan agar tidak mudah basi. Juga bagaimana bisa berproduksi sekali banyak untuk sekian kali masak, terutama untuk bumbu-bumbu utama,” terangnya.

Khusus penjualan, Aziz menggunakan 2 metode penjualan. Yaitu membuka warung di tempat yang cukup strategis di jalur utama menuju Pasar Reni Lama. Kemudian menjual secara online dengan memanfaatkan aplikasi Gojek.

Selain itu, mereka sering melakukan promo-promo sederhana di media sosial seperti Facebook, status Whattapps, dan Instagram. Tetapi yang paling utama menurut dia adalah pada rasa yang spesial.

“Dengan resep khas Rawa Belong inilah yang sangat membedakan dengan nasi uduk di daerah tempat kami usaha di sekitar sini. Terutama keberanian kami menggunakan rempah-rempah dan santan yang lebih banyak,” jelasnya.

Khusus menu-menu yang dijualnya, Aziz menyebut bahwa di sekitar tempatnya berjualan Pasar Reni Lama dekat Pondok Petir, Depok, bisa dikatakan setiap 100 meter pasti ada yang berjualan Nasi Uduk dan Ketupat Sayur.

Warung Nasi Uduk Bang Jamun di waktu malam saat sebelum pandemi Covid-19. Foto istimewa.

“Lalu apa yang membedakan. Kebetulan saya asli Rawa Belong. Di mana hampir seluruh warga Jakarta dan sekitar Jakarta tahu kalau Nasi Uduk khas Rawa Belong sangatlah berbeda karena memiliki rasa dan aroma yang sangat khas,” ucapnya.

Dengan pengalaman dan evaluasi secara rutin inilah, Aziz mengakui, akhirnya usaha bisa bangkit dan meraup untung. Sebagai perbandingan, kata dia, pada awal usaha untuk menjual 2 liter nasi uduk saja sangat sulit.

Namun dia bersyukur, bahwa saat ini setiap Sabtu dan Minggu mereka bisa memasak 14 liter beras dalam sehari untuk menu Nasi Uduk. Sedangkan untuk Ketupat Sayur, jika dahulu hanya 10 – 15 piring sehari, kini bisa laku sekitar 30 – 50 piring dalam sehari. Waktu penjualan menu-menu sarapan tersebut, lanjutnya, juga relatif singkat. Nasi Uduk dan Ketupat Sayur ludes terjual mulai jam 06.00 sampai 10.00.

Nasi Uduk Semur Jengkol. Foto istimewa.

Aziz juga mengatakan bahwa ciri khas Nasi Uduk yang dijualnya yaitu sudah terbungkus dengan daun pisang dan disajikan di wajah khusus. Sehingga orang tinggal mengambilnya saja. Untuk Ketupat Sayur, Aziz mengakui tetap menggunakan daun kelapa atau janur sebagai pembungkus dan sayuran khas Rawa Belong yaitu isi kacang panjang dan kentang.

“Sebagai tambahan. Saat ini juga kami bisa menjual 40 kg telur ayam dalam bentuk Telur Semur, Telur Balado, dan Telur Dadar. Dan kiat kami adalah enak dan kenyang tidak perlu mahal. Kami hanya menjual 1 porsi Nasi Uduk seharga Rp8.000 hingga Rp14.000. per porsi serta Ketupat Sayur Rp10.000 – Rp16.000 per porsi sesuai lauk yang dipilih,” jelas Aziz yang bersyukur usaha tersebut bisa menjadi penopang penghasilan keluarganya.

Ketupat Sayur. Foto istimewa.

Saat pandemi ini, menurut Aziz, memang hampir semua usaha sangat terdampak. Tetapi dia bersyukur kepada Allah bahwa kondisi tersebut tidak begitu berpengaruh bagi warung nasi uduk Bang Jamun.

Dia mengakui tidak memiliki kiat khusus. Namun, Aziz dan istrinya punya kebiasaan yaitu, sejak awal pandemi Covid-19 di 2020, setiap ada pesanan secara online ,driver yang membawa pesanan makanan untuk pelanggan akan mendapatkan sebungkus makanan gratis.

Hal tersebut dilakukannya tanpa melihat nominal pembelian dan berapa kali driver tersebut datang mengambil orderan. Aziz yakin, bahwa dengan berbagi, tidak akan berdampak terhadap pendapatan.

Abdul Aziz bersama istir dan anak-anak. Foto istimewa.

Lalu berapa omset rata-rata dari Warung Bang Jamun ini setiap harinya. Aziz mengatakan bahwa omset setiap hari sekitar 1,2 – 1,5 juta rupiah. Dan untuk weekend serta hari libur sekitar 1,5 -2,2 juta rupiah per hari. Dia juga menerima jika ada pesanan khusus untuk acara dengan maksimum 50 porsi saja dan jarak yang tidak jauh dari lokasi usahanya tersebut.

“Cita-cita saya, usaha ini nanti akan bisa besar dan banyak cabang sekaligus banyak karyawan., In syaa Allah juga dapat diwariskan untuk anak cucu kami. Istri dan anak sangat mendukung. Terutama istri sebagai manajer utama dari usaha kami ini,” terangnya penuh semangat. (*)

RELATED NEWS