Pangeran Hisahito, Sang Pewaris Takhta
TOKYO (sijori.id) – Pangeran Hisahito mencatat sejarah. Pada usia 18 tahun, ia menjadi pria pertama dalam keluarga kekaisaran Jepang yang mencapai usia dewasa dalam empat dekade terakhir. Namun, di balik gegap gempita upacara kedewasaan yang digelar di Istana Kekaisaran, terselip kekhawatiran: mungkinkah Hisahito menjadi kaisar terakhir?
Upacara adat yang berlangsung Sabtu itu menegaskan rapuhnya masa depan monarki tertua di dunia. Penyebabnya adalah aturan suksesi yang hanya mengizinkan garis laki-laki, sementara jumlah penerus kian menipis.
Hisahito kini menempati urutan kedua pewaris Takhta Krisan, di bawah ayahnya, Putra Mahkota Akishino. Ia diyakini kelak akan naik takhta. Namun, setelah itu, garis keturunan laki-laki terputus. Satu-satunya opsi adalah membuka kembali perdebatan lama: apakah Jepang siap mengizinkan perempuan naik takhta?
Pangeran Pecinta Serangga
Mahasiswa baru Universitas Tsukuba ini mempelajari biologi, dan punya hobi tak lazim: serangga, khususnya capung. Ia bahkan menulis makalah akademis tentang survei capung di pekarangan kediaman Akasaka. Dalam konferensi pers perdananya Maret lalu, Hisahito mengaku ingin meneliti cara melindungi populasi serangga di perkotaan.
Lahir 6 September 2006, ia adalah putra tunggal Akishino dan Putri Kiko. Kakaknya, Putri Kako, masih menjadi anggota keluarga kekaisaran, sedangkan kakak sulungnya, mantan Putri Mako, kehilangan status kerajaan setelah menikah dengan rakyat biasa.
Ritual kedewasaan Hisahito baru digelar setahun setelah usianya genap 18. Alasannya, ia ingin fokus pada ujian masuk universitas.
Dilema Takhta Krisan
Hisahito adalah keponakan Kaisar Naruhito yang hanya memiliki seorang putri, Putri Aiko, yang menurut hukum tak bisa naik takhta. Di lingkaran keluarga kekaisaran yang kini tinggal 16 orang dewasa, hanya Hisahito dan ayahnya yang berusia lebih muda dari Kaisar Naruhito. Pangeran Hitachi, saudara Akihito yang kini 89 tahun, berada di urutan ketiga.
Kekurangan penerus laki-laki menjadi persoalan serius. Secara historis, Jepang pernah memiliki delapan kaisar perempuan, terakhir pada abad ke-18. Namun, sejak 1889, suksesi dibatasi untuk laki-laki, aturan yang diperkuat oleh Undang-Undang Rumah Kekaisaran 1947.
Para ahli menilai sistem ini rapuh. Dulu, garis keturunan lelaki bisa dipertahankan berkat selir yang melahirkan anak-anak kekaisaran—praktik yang telah dihapus lebih dari satu abad lalu.
Meski publik mendukung Putri Aiko sebagai pewaris, kalangan konservatif menolak. Usulan pemerintah untuk mengizinkan kaisar perempuan sempat menguat pada 2005, tetapi meredup setelah kelahiran Hisahito.
Debat kembali mencuat, namun macet di isu: apakah suami dan anak-anak putri kekaisaran berhak mendapat status kerajaan? Panel konservatif pada 2022 mengusulkan adopsi keturunan lelaki dari keluarga bangsawan yang sudah punah. Namun, tak ada kata sepakat.
“Pertanyaannya bukan hanya soal garis laki-laki atau perempuan, tetapi bagaimana menyelamatkan monarki,” kata mantan Kepala Badan Rumah Tangga Kekaisaran, Shingo Haketa.
Serangkaian Ritual Megah
Sabtu pagi, Hisahito mengenakan tuxedo untuk menerima mahkota yang dikirim utusan Kaisar Naruhito. Ia kemudian berganti pakaian tradisional untuk ritual di Istana Kekaisaran. Setelah itu, ia mengenakan busana dewasa dan naik kereta kuda untuk berdoa di tiga kuil istana.
Sore harinya, ia menerima Kaisar Naruhito dan Permaisuri Masako di Matsu-no-Ma, ruang tamu kehormatan. Dalam prosesi berikutnya, ia dianugerahi Grand Cordon of the Supreme Order of the Chrysanthemum. Malamnya, Akishino dan Kiko menggelar perayaan keluarga di sebuah hotel Tokyo.
Ritual akan berlanjut ke Ise, kuil Shinto paling suci, dan ke makam Kaisar Jinmu di Nara, serta Hirohito di Tokyo. Pekan depan, ia dijadwalkan makan siang bersama Perdana Menteri Shigeru Ishiba.
Di tengah kemegahan tradisi itu, bayang-bayang masa depan monarki tetap menggantung. Akankah Hisahito menjadi kaisar terakhir Jepang? (*)
