Pendanaan Transisi Energi dari Negara Maju Dinilai Jalan di Tempat

Pratiwi - Senin, 18 Desember 2023 22:05 WIB
Ilustrasi pembangkit listrik energi baru dan terbarukan (EBT)

JAKARTA - Direktur Panas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Harris Yahya menyebut, sampai saat ini pendanaan transisi energi dari negara maju masih tersendat. Dana yang dijanjikan sebesar US$100 miliar atau sekitar Rp1.552 triliun (kurs Rp15.528) untuk negara berkembang tiap tahunnya tak kunjung terealisasi.

Menurut Harris, pembiayaan tersebut amat penting untuk menjalankan program-program percepatan transisi energi di Tanah Air, sehingga membutuhkan realisasi yang nyata.

"Sampai 2023, pelaksanaan komitmen US$100 miliar masih tersendat-sendat. Bagaimana aksi mitigas iklim ini bisa dijalankan secara baik kalau tidak ada dukungan finansial yang cukup," katanya dikutip pada Senin, 18 Desember 2023.

Akibat tak kunjung terealisasinya sejumlah proyek transisi energi, dikhawatirkan akan membuat proyek tersebut terhambat jika janji pendanaan dari negara maju berjalan di tempat. Harris menyebut ada proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di Tanah Air yang mengalami keterlambatan pengoperasian komersial atau Commercial Operation Date (COD) dari target yang ditentukan.

Harris menyontohkan di proyek panas bumi misalnya, ada yang sudah ditargetkan COD di 2024 atau 2025. Namun, karena pengembangnya sulit mendapat dukungan pendanaan, kegiatan itu mundur terus dan proyek lain akan jalan di tempat.

Hingga pergelaran konferensi perubahan iklim atau Conference of the Parties 28 (COP28) di Dubai pada awal Desember ini, Harris mengungkapkan pemerintah Indonesia terus menagih janji komitmen pendanaan US$100 miliar ke negara maju.

Menurutnya negara-negara maju tidak bisa melempar tanggung jawab dan membebankan masalah penurunan emisi kepada negara berkembang. Pasalnya, negara maju menjadi juara dalam menyumbang 67% emisi gas rumah kaca secara global di 2023. Negara itu antara lain Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia, Jepang dan lainnya.

Dilansir laman resmi Kementerian ESDM disebutkan, pemerintah bertekad menghasilkan listrik sebesar 708 gigawatt (GW) di 2060, 96% di antaranya berasal dari pembangkit listrik energi terbarukan, dan 4% sisanya dari tenaga nuklir. Adapun investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan pembangkit listrik dan transmisinya diperkirakan sekitar US$1.108 miliar, dengan investasi tambahan sebesar US$28,5 miliar sampai 2060. (*)

Tags EBTBagikan

RELATED NEWS