Pesawat Siluman Tinggal Jejak Putih

Pratiwi - Senin, 21 November 2022 21:51 WIB
null

JAKARTA (sijori.id) - Pada 2021 lalu forum militer dibuat ramai dengan munculnya gambar buram sebuah pesawat misterius. Konsensus saat itu adalah bahwa pesawat misterius ini kemungkinan besar drone siluman RQ-180. Pesawat rahasia yang digunakan untuk misi mata-mata di wilayah yang paling sensitif.

Salah satu yang menjadi pembicaraan adalah pesawat tersebut meninggalkan jejak uap air yang begitu jelas. Sesuatu yang menjadikan pesawat siluman tersebut seperti menunjukkan keberadaannya. Jika itu adalah misi rahasia, maka hampir pasti telah gagal.

Teknologi siluman harus diakui secara dramatis telah mengurangi deteksi radar dan inframerah. Ini menjadikan mereka memiliki peluang untuk menyusup ke sistem radar dan pertahanan udara lawan. Tetapi teknologi tinggi dan mahal tersebut akhirnya rusak oleh jejak putih yang sering dikenal sebagai contrail. Problem yang hingga saat ini belum mendapat solusi yang jelas.

Kontrail atau jejak kondensasi secara mudah bisa disamakan seperti napas Anda, atau knalpot mobil pada hari yang dingin. Udara hangat yang sarat kelembapan bercampur dengan udara dingin dan kering kemudian menciptakan kondensasi. Dalam kasus kontrail, kondensasi mengambil bentuk kristal es kecil. Ini terbentuk di sekitar partikel kecil, terutama jelaga di knalpot mesin.

Contrail pertama kali menjadi masalah selama Perang Dunia II ketika formasi pengebom massal Angkatan Udara Amerika meninggalkan petak contrail yang luas di langit. Pesawat tempur Jerman bisa melihat jejaknya dari jarak berkilo-kilometer. Jauh sebelum pesawat itu sendiri terlihat. Ini menjadikan mereka bisa mengejar dan menyerang bomber-bomber tersebut.

Para teknisi kemudian mengembangkan "sekam" yang terbuat dari potongan logam kecil, untuk digunakan di belakang pesawat. Alat ini dimaksudkan sebagai awan reflektif. Itu membantu membutakan radar Jerman. Tetapi jejaknya masih tetap terlihat. Ini membuat serangan malam hari menjadi pilihan yang lebih disukai. Setelah perang, jet menggantikan mesin piston dan sayangnya mereka justru meninggalkan jejak yang lebih jelas.

Pilot segera menemukan bahwa kontrail dapat dihilangkan dengan mengubah sedikit. Meskipun ilmu di balik ini tidak sepenuhnya dipahami sampai tahun 1950-an.

Adam Durant CEO SATAVIA yang memproduksi perangkat lunak pemodelan dan prediksi contrail sebagaimana dikutip Popular Mechanics 16 November 2022 mengatakan, secara teori akan selalu ada udara yang lebih kering beberapa ribu meter di atas Anda. Ini biasanya memudahkan untuk menemukan level di mana contrail tidak terbentuk.

Tetapi masalahnya pilot terkadang tidak menyadari bahwa mereka meninggalkan contrail. Ini karena pandangan terbatas mereka kea rah belakang. Ini benar-benar masalah hidup dan mati bagi pilot pesawat mata-mata U-2 CIA yang terbang di atas wilayah Soviet.

Pilot segera menemukan solusi sederhana dengan memasangkan kaca spion di luar kokpit. Ini untuk memberikan pandangan di belakang pesawat. Jika anda sering melihat pesawat tempur saat ini menggunakan spion di kokpitnya, salah satunya fungsinya untuk melihat apakah dia meninggalkan kontrail atau tidak.

Kemudian pengujian dilakukan pada sebuah U-2 yang dimodifikasi untuk menguji berbagai teknologi siluman Salah satunya termasuk cat penyerap radar awal yang dikenal sebagai "beludru hitam" dan kaca spion.

Rincian proyek tahun 1958 itu baru dirilis pada tahun 2003 tetapi tetap dengan penyuntingan di banyak bagian. Tetapi jelas bahwa pembuat U-2 Lockheed dan Angkatan Udara Amerika terlibat dalam pengujian tersebut.

Penilaian CIA terhadap pengujian itu menyebutkan bahwa instalasi ini adalah aset yang berharga. Dan seiring waktu kebutuhan akan teknologi ini meningkat.

Pengujian menunjukkan bahwa pilot dapat melihat jejak saat jaraknya kurang dari satu mil. Itu diharapkan berguna untuk menemukan pesawat pencegat. Kaca spion eksternal menjadi perlengkapan standar dan dipasang pada banyak versi U-2 berikutnya.

Sementara itu para insinyur Angkatan Udara Amerika juga mencari solusi menghilangkan kontrail dengan harus mengubah jalur penerbangannya. Mereka fokus pada partikel di knalpot di mana tetesan air terbentuk.

Dr Marc Stettler, pakar emisi transportasi di University College, London mengatakan jumlah kristal es sangat tergantung pada jumlah partikel jelaga. Jika kita menguranginya, itu akan mengurangi jejaknya.

Para peneliti menemukan bahwa salah satu kontributor utama adalah belerang trioksida, yang dihasilkan dari pembakaran belerang dalam bahan bakar. Mereka kemudian mencoba campuran bahan bakar rendah belerang. Tetapi efeknya tidak cukup dan penelitian berlanjut selama beberapa tahun.

Penelitian yang sama mengungkapkan bahwa mungkin ada cara lain untuk menangani contrail dengan mengubah bahan bakar. Bukannya mencegah terbentuknya contrail dengan cara mereduksi sulfur, mereka justru meningkatkan jumlah sulfur sehingga. Ini menjadikan lebih banyak partikel di knalpot. Idenya adalah bahwa ini akan mengubah ukuran tetesan di contrail untuk membuatnya tidak terlihat.

Menurut sebuah studi Angkatan Udara Amerika tahun 1962, jika ukuran partikel dapat dikurangi menjadi kurang dari setengah mikron, jejaknya akan tampak sebagai kabut biru. Bukan jejak putih. Dari jarak berapa pun kabut biru ini secara substansial tidak terlihat karena kurangnya kontras dengan atmosfer.

Solusi efektif tetapi berbahaya

Para peneliti melanjutkan dengan meniupkan belerang dioksida langsung ke asupan udara. Tetapi tetapi ini pun tidak cukup. Dr. Roger Teoh yang meneliti dampak penerbangan terhadap perubahan iklim di Imperial College, London mengatakan peningkatan belerang yang sangat besar pun gagal memberikan efek yang diinginkan.

Menambahkan belerang dalam jumlah besar hanya menyebabkan pengurangan yang sangat kecil dalam pembentukan contrail. Dan mungkin ada konsekuensi yang tidak diinginkan.

Pada tahun 1961, Angkatan Udara telah mencapai sesuatu yang menakjubkan. Foto-foto demonstrasi dengan bomber B-47 Stratojet bermesin empat menunjukkan mesin di satu sisi meninggalkan contrail normal seperti biasa. Tetapi tidak ada yang terlihat di sisi lain.

Pembom telah dilengkapi dengan sistem baru yang menyuntikkan asam klorosulfonat ke dalam knalpot. Ini mencapai apa yang gagal dilakukan oleh eksperimen dengan belerang yakni menghasilkan jejak dengan partikel yang terlalu kecil untuk dilihat.

Teknik ini sangat efektif. Tetapi menempatkan peralatan penekan contrail akan menambah 400 pon ke pengebom yang akhirnya mengurangi beban senjata. Selain itu pesawat membutuhkan pasokan bahan kimia penekan contrail yang setara dengan sekitar dua persen bahan bakar. Ini berpotensi menambah 2.000 pon lagi.

Meskipun tidak ada catatan tentang teknologi yang digunakan pada pembom, sistem ini dipasang pada drone Ryan Firebee yang menerbangkan misi pengintaian di Vietnam dan China. Sistem injeksi asam berhasil membuat drone kecil tidak terlihat. Tetapi cara ini tidak populer karena alasan lain. Asam klorosulfonat sangat korosif dan merusak mesin hingga memperpendek umur terbangnya. Selain itu juga sangat beracun dan berbahaya bagi kru darat.

Bomber B-2

Ketika pembom B-2 Spirit dikembangkan pada akhir 80-an pada awalnya dilengkapi dengan sistem injeksi asam klorosulfonat yang mirip dengan yang ada di Firebees. Namun untuk alasan yang tidak pernah diungkapkan, cara ini tidak pernah digunakan.

Motifnya bisa saja lingkungan. Ada kesadaran yang berkembang bahwa secara diam-diam menyemprotkan bahan kimia yang sangat beracun dari pesawat dapat menarik kritik

Sekretaris Angkatan Udara Edward Aldridge pada konferensi 1989 mengungkapkan bahwa solusi alternatif telah ditemukan untuk B-2. Tetapi teknologi apa yang digunakan masih menjadi bahan tebak-tebakan hingga saat ini. Yang masih Aldridge menegaskan masalah contrail telah terpecahkan, tetapi mereka tidak akan memberi tahu caranya.

Ada banyak spekulasi bahwa solusinya adalah bahan bakar baru atau sistem penyekat untuk mencampur udara dingin dengan knalpot.

Noshir Gowadia adalah seorang insinyur yang mengerjakan sistem pembuangan kompleks B-2 yang tersembunyi. Desainnya membantu memastikan bahwa udara dingin bercampur dengan knalpot jet panas sebelum meninggalkan pesawat. Ini untuk mencairkan jejak termal pesawat dan membuatnya lebih sulit dikenali dengan pencitraan inframerah.

Gowadia menggunakan keahliannya untuk mendesain ulang nozel jet dengan tujuan menghilangkan jejak yang terlihat.

Namun pada tahun 2011 Gowadia dihukum karena spionase. Khususnya, memberikan rincian knalpot siluman ke China. Dia kemudian dan dijatuhi hukuman 32 tahun. Proyek desain ulang nozzle dihentikan, dan tidak jelas apakah teknik ini dapat secara efektif menghilangkan contrail.

Baru beberapa tahun kemudian rahasia yang sebenarnya terungkap adalah PAS, atau Sistem Peringatan Pilot. Dikembangkan oleh perusahaan sensor Ophir, PAS menggunakan bentuk lidar atau menembakkan sinar laser kembali ke knalpot jet dan mengukur hamburan cahaya dari partikel es. Ini dapat segera mendeteksi ketika contrail mulai terbentuk dan memperingatkan pilot untuk mengubah ketinggian sebelum terlihat.

PAS tentu saja merupakan peningkatan dari kaca spion U-2. Tetapi apa yang benar-benar diinginkan oleh para perencana Angkatan Udara adalah dapat terbang tanpa risiko terbentuknya contrails sejak awal misi dilakukan. Sementara PAS tetap kembali ke teknis dasar yakni mengubah ketinggian.

Kriteria Schmidt-Appleman

Mengubah ketinggian bekerja karena contrails hanya terbentuk dalam kondisi suhu dan kelembaban tertentu.

Sebenarnya Ilmuwan Jerman Ernst Schmidt telah membuat langkah pertama menuju pemahaman ilmiah proses ini pada tahun 1941. Dan pada tahun 1953 Herbert Appleman dari American Meteorological Society mengembangkan formula yang tepat untuk pembentukan contrail.

Dikenal sebagai kriteria Schmidt-Appleman ini kemudian dikembangkan untuk membuat peta udara terkait pembentukan contrail. Mereka bisa memperkirakan area-area yang harus dihindari.

Angkatan Udara Amerika kemudian menggunakan Kriteria Schmidt-Appleman untuk mengembangkan model perangkat lunak yang semakin canggih untuk memprediksi di mana contrails akan terbentuk.

Pada tahun 1998, Angkatan Udara Amerika menilai perangkat lunak JETRAX mereka 84 persen andal dalam menentukan apakah contrails akan muncul di jalur penerbangan. Perencana dapat mengubah rute misi siluman untuk mencegah meninggalkan jejak di langit.

Meski perangkat lunak militer selalu dirahasiakan, ada lonjakan perkembangan di sektor komersial. Alasannya adalah perubahan iklim.

Meski beberapa contrail memudar dengan cepat, yang lain menyebar membentuk awan cirrus ketinggian tinggi yang memiliki efek pemanasan signifikan. Faktanya, efek pemanasan dari cirrus contrails sebenarnya lebih besar daripada CO2 dari pembakaran bahan bakar penerbangan. Menghapus contrails akan membuat penerbangan kurang membahayakan bagi planet ini.

Contrails disebut menyumbang 59 persen dari dampak iklim dari perjalanan udara. Itu setara dengan 1,8 miliar ton CO2 per tahun.

Mungkin ada perkembangan lain di bidang ini yang tidak umum. Paten 2014 oleh pembuat mesin Rolls Royce menghubungkan sensor ke sistem kontrol mesin. Paten mengklaim bahwa dengan mengubah efisiensi mesin, knalpot dapat diubah untuk mencegah terbentuknya contrail. Tetapi Rolls Royce menolak untuk membahas masalah itu atau pekerjaan lainnya di bidang ini.

Tetapi dalam kasus dimana RQ-180 yang masih meninggalkan contrail dengan jelas menunjukkan bahwa masalah ini belum terpecahkan. Semua menunjukkan bahwa teknologi siluman tetap memiliki masalah besar yang harus dipecahkan. (*)

Editor: Pratiwi
Tags silumanBagikan

RELATED NEWS