Proyek Pesawat Tanker KC-46 Pegasus Bikin Boeing Merugi
VIRGINIA (sijori.id) - Program pengembangan dan pembangunan pesawat tanker KC-46 Pegasus untuk Angkatan Udara Amerika seharusnya berisiko rendah. Namun akhirnya Boeing sejauh ini harus rugi hingga US$7 miliar atau sekitar Rp102 triliun (kurs Rp14.600).
Perusahaan yang berbasis di Arlington, Virginia itu mengatakan harus kehilangan US$245 juta lagi untuk membangun KC-46 dalam tiga bulan pertama tahun 2023. “Kerugian tersebut disebabkan oleh masalah kualitas pemasok yang mengakibatkan gangguan pabrik dan pengerjaan ulang," kata perusahaan itu dalam sebuah pernyataan yang dikutip Defense One 26 April 2023.
The Air Current pertama kali melaporkan masalah kualitas tersebut adalah dengan tangki bahan bakar pesawat yang dicat dengan tidak benar oleh subkontraktor.
“Kabar baiknya adalah kami memahaminya dan kami sedang mengalami kemajuan melalui pengerjaan ulang itu,” kata CEO Boeing Dave Calhoun. “Di sisi operasional, pesawat tanker terus menjalankan misinya dengan baik.”
Angkatan Udara Amerika semakin sering menggunakan 69 tanker KC-46 dalam armadanya untuk misi pengisian bahan bakar di seluruh dunia. Layanan tersebut telah memesan 128 tanker. Dari jumlah itu lebih dari 70 persen dari 179 yang akan dibeli. Jepang dan Israel juga telah membeli KC-46.
Dan terlepas dari sejarah program yang bermasalah, Angkatan Udara dapat membeli 75 lagi untuk menggantikan tanker KC-135 tua. Calhoun menyebut potensi pesawat tanker ekstra sebagai kesempatan besar bagi mereka.
KC-46 adalah versi modifikasi besar dari pesawat komersial Boeing 767. Perusahaan masih membuat versi kargo dari 767 untuk maskapai kargo, dan 767 komersial tersebut juga dipengaruhi oleh masalah tangki bahan bakar.
Masalah teknis dan kontrol kualitas telah mengganggu Boeing KC-46 sejak 2011. Ketika Angkatan Udara memilih perusahaan tersebut daripada saingannya Airbus untuk mulai mengganti tanker era Perang Dingin . Pada saat itu, perusahaan mengklaim “tanker akan dibangun menggunakan pendekatan manufaktur berisiko rendah oleh tenaga kerja Amerika yang terlatih dan berpengalaman di fasilitas Boeing yang ada.”
Kenyataanya, 12 tahun kemudian, pesawat tersebut masih menjadi beban perusahaan, meskipun telah dipuji oleh Angkatan Udara dalam beberapa tahun terakhir.
“Kita harus membuat pesawat tanker [menjadi] lebih dapat diprediksi,” kata CFO Boeing Brian West pada konferensi investor Bank of America bulan lalu. (*)