Rainbow Mountain Peru: Keajaiban Alam Andes

Pratiwi - Jumat, 26 Desember 2025 23:35 WIB
null

(sijori.id) - Di tengah dunia yang kian dipenuhi gambar hasil kecerdasan buatan, wajar jika sebagian orang mengira Rainbow Mountain hanyalah hasil olahan mesin. Faktanya, gunung berwarna-warni itu benar-benar ada dan terbentuk secara alami.

Gunung yang bernama asli Vinicunca—dikenal pula sebagai Rainbow Mountain atau Montaña de Siete Colores—terletak di rangkaian Pegunungan Andes, wilayah Cusco, Peru. Kawasan ini juga menjadi rumah bagi Machu Picchu, “Kota Inca yang Hilang”. Meski berada di kawasan yang sama, perjalanan antara keduanya membutuhkan trekking berjam-jam dengan medan berat.

Pendakian ke Vinicunca bukan perkara mudah. Gunung ini berdiri di ketinggian 5.036 meter di atas permukaan laut, dengan punggungan terjal yang dihiasi garis-garis warna mencolok: cokelat pasir, biru keabu-abuan, kuning mustard, merah pekat, hingga ungu keunguan.

Menurut Geological Society of Peru, warna-warna tersebut berasal dari kandungan mineral yang berbeda pada setiap lapisan gunung. Warna merah muda berasal dari campuran tanah liat merah dan pasir, putih dari batu pasir dan batu gamping, ungu dari campuran lempung dan kalsium karbonat, merah dari oksida besi, hijau kebiruan dari mineral besi, magnesium, dan tembaga, sementara kuning keemasan terbentuk dari limonit dan batu pasir kaya sulfida.

Warna Vinicunca tampak paling tajam setelah hujan turun. Sebaliknya, pada musim kemarau—sekitar April hingga Oktober—gradasinya berubah lebih lembut menyerupai warna pastel.

Keistimewaan Vinicunca terletak pada lapisan geologinya yang terbuka jelas. Jika pada gunung lain lapisan mineral sering tertutup, maka di Vinicunca, jutaan tahun hujan, salju, angin kencang, dan perubahan suhu ekstrem telah mengikis permukaan, memperlihatkan “isi perut” gunung secara utuh. Lerengnya yang tajam membuat warna-warni tersebut seolah dipamerkan tanpa penutup.

Besar kemungkinan, gunung-gunung di sekitarnya menyimpan warna serupa di balik permukaannya. Namun, hanya Vinicunca yang memiliki bentuk punggungan tajam sehingga lapisan tersebut benar-benar tersingkap, bak permen raksasa yang terus terkelupas hingga ke inti.

Nama Vinicunca sendiri berasal dari bahasa Quechua, yang berarti “gunung warna”. Selain dikunjungi wisatawan, kawasan ini juga menjadi habitat alpaka dan llama—hewan khas Andes yang tak terpisahkan dari kehidupan pegunungan di Peru, Bolivia, dan Chile.

Popularitas di era media sosial menjadikan Vinicunca destinasi wisata kelas dunia. Namun, ketenaran itu datang dengan harga mahal. Sebuah studi pada 2023 mencatat, ekosistem pegunungan tinggi sangat rapuh dan sulit pulih. Lonjakan jumlah wisatawan telah menyebabkan kerusakan lanskap serius yang diperkirakan membutuhkan waktu puluhan tahun untuk pulih.

Ironisnya, inilah konsekuensi dari sebuah tempat yang terlampau memesona—dan sangat “Instagramable”. (*)

RELATED NEWS