Simplifikasi Perhitungan dan Pemotongan Pajak Penghasilan

Pratiwi - Rabu, 22 November 2023 21:16 WIB
ilustrasi | freepik

JAKARTA - Pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kepatuhan pajak. Salah satu yang kini sedang dikebut adalah melakukan simplifikasi perhitungan dan pemotongan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang dapat berdampak pada naiknya jumlah pemotongan pajak penghasilan terhadap wajib pajak dengan status bukan pegawai.

Draft aturan yang mengatur ketentuan itu kini sudah memasuki tahap finalisasi dan harmonisasi di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.

“Kebijakan ini direncanakan akan diterapkan pada 1 Januari 2024,” jelas Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, kepada TrenAsia melalui pesan singkat.

Berdasarkan dokumen presentasi DJP yang disampaikan dalam Kuliah Umum PKN STAN beberapa waktu lalu terungkap, PP dan PMK terbaru tersebut akan mendorong adanya simplifikasi tarif pajak. Namun simplifikasi tersebut berpotensi meningkatkan jumlah pemotongan pajak penghasilan untuk sebagian wajib pajak, terutama yang berstatus bukan pegawai.

Selama ini banyak pekerja sektor informal seperti artis, penyanyi, agen properti dan banyak wajib pajak lainnya yang merupakan wajib pajak bukan pegawai membayar pajak dengan tiga ketentuan tarif.

Pertama, kelompok wajib pajak bukan pegawai berpenghasilan tidak berkesinambungan dengan perhitungan tarif yakni tarif pajak penghasilan Pasal 17 x (penghasilan bruto x 50%).

Kedua, kelompok wajib pajak bukan pegawai berpenghasilan berkesinambungan yang memiliki NPWP, hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan pemotong PPh 21, dan tidak memperoleh penghasilan lain, dengan perhitungan pemotongan pajak yakni tarif pajak penghasilan Pasal 17 x ((pendapatan bruto x 50%)-PTKP) kumulatif.

Ketiga, kelompok berpenghasilan berkesinambungan, tidak memiliki NPWP, atau memperoleh penghasilan lainnya selain dari hubungan dengan pemotong PPh 21, perhitungan tarif pemotongannya adalah tarif pajak penghasilan Pasal 17 x (penghasilan bruto x 50%) kumulatif.

Dalam beleid baru, nantinya tiga kelompok tarif di atas akan disederhanakan menjadi satu kelompok tarif. Namun simplifikasi ini diikuti dengan penghapusan Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) bagi kelompok Bukan Pegawai dengan penghasilan berkesinambungan.

Sehingga perhitungan pajak penghasilan akan menjadi tarif pajak penghasilan Pasal 17 x (penghasilan bruto x 50%). Kemudian, Tarif Bukan Pegawai Tarif Pasal 17 x (Penghasilan Bruto x 50%)

Sesuai PMK 101/2016 PTKP untuk wajib pajak orang pribadi berjumlah mulai dari Rp 54 juta per tahun pajak. Jumlah tersebut tergantung status pernikahan dan juga tanggungan di dalam keluarga. Sehingga dengan dihapuskannya instrumen PTKP dalam perhitungan tarif pajak wajib pajak bukan pegawai, maka potensi beban pajak yang dipotong menjadi semakin tinggi.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan, setiap kebijakan pajak pasti ada pertimbangan rasional yang melatarbelakanginya. Simplifikasi yang sedang disusun akan membuat wajib pajak pemberi kerja harus kembali belajar, termasuk menghadapi masalah yang mungkin muncul akibat perubahan kebijakan itu.

Terkait penghapusan PTKP dalam formula tarif pajak non pegawai, Budi menilai akan berdampak terhadap beban pajak yang dibayarkan oleh si wajib pajak melalui pemotongan PPh Pasal 21.

“Ketika satu asas pajak digunakan, misalnya simplicity, asas lainnya terkadang terabaikan. Di contoh ini, simplicity yang digunakan dapat mengakibatkan asas keadilan terabaikan. Sebagai akibatnya, beban PPh 21 akan lebih besar bagi artis, penyanyi, agen-agen properti, agen asuransi,” katanya di Jakarta

Rencananya, untuk melaksanakan ketentuan simplifikasi tarif pajak terbaru ini pemerintah akan menerbitkan PP tentang dasar hukum penetapan tarif efektif sesuai Pasal 21 Ayat 5 UU PPh. Sebagai turunanya, Kementerian Keuangan akan merilis aturan teknis PMK untuk menggantikan PMK-252/2008, PMK- 250/2008, dan PMK-102/2016, serta perubahan PMK-262/2010.

Selanjutnya DJP akan menerbitkan Peraturan Dirjen Pajak sebagai aturan teknis dari PMK yang akan fokus pada pedoman teknis tata cara pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh 21 dan penyempurnaan administrasi pemotongan PPh 21. (*)

Tags pajakKerjaBagikan

RELATED NEWS