Tapera ala Era Pak Harto

Pratiwi - Senin, 03 Juni 2024 13:38 WIB
null

JAKARTA (sijori.id) – Gagasan pembiayaan rumah murah diperkenalkan oleh Presiden Soeharto saat memulai Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) II periode 1974-1979. Pada masa itu, Soeharto memberikan perhatian khusus pada sektor perumahan, yang sebelumnya dalam Repelita sebelumnya lebih difokuskan pada kebutuhan dasar seperti pangan.

Saat itu, ia mengatakan, pembangunan perumahan bukan sekadar perkara tempat tinggal. Namun, menjadi tempat pembentukan watak dan jiwa melalui keluarga.

“Kita harus membangun 1,5 juta rumah. Rumah-rumah tersebut tidak mewah, tetapi rumah sederhana yang menjadi tempat tinggal yang membahagiakan keluarga,” ujar Soeharto, mengutip Jejak Langkah Pak Harto: 27 Maret 1973–23 Maret 1978, Jumat 31 Mei 2024.

Repelita merupakan rencana pembangunan yang diperkenalkan oleh pemerintah Orde Baru Indonesia di bawah kepemimpinan Soeharto, yang berlangsung selama 32 tahun. Program ini bertujuan untuk memusatkan pembangunan ekonomi makro di Indonesia.

Sebelumnya, program ini dirancang di bawah arahan Widjojo Nitisastro pada tahun 1967. Ia merupakan kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang disempurnakan selama kurang lebih satu tahun.

Orde baru mulai menjalankan roda pemerintahan dengan warisan kemiskinan yang tinggi. Namun, seiring berjalannya waktu, situasi politik menjadi lebih terkendali dan mulai stabil kembali.

Kemudian, muncul kebijakan Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun). Repelita merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas hidup rakyat serta sebagai landasan pembangunan dalam tahap berikutnya di Indonesia.

Saat itu, presiden Soeharto mencetuskan program pembiayaan rumah murah yang termasuk dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) II Periode 1974-1979. Tujuannya adalah membangun 1,5 juta rumah sederhana untuk seluruh keluarga Indonesia.

Soeharto kemudian menunjuk Bank Tabungan Negara (BTN) sebagai lembaga keuangan yang memberikan pinjaman untuk pembelian rumah tersebut. Masyarakat diharapkan dapat membeli rumah dengan sistem mencicil dan bunga rendah.

Penunjukan BTN dicatat dengan diterbitkannya Surat Menteri Keuangan No. B-49/MK/I/1974 pada 29 Januari 1974, yang membahas tentang pembiayaan proyek perumahan untuk rakyat.

Dalam surat tersebut, BTN ditetapkan sebagai lembaga keuangan yang bertugas menyalurkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) untuk rumah sederhana yang dibangun oleh Perum Perumnas maupun pengembang swasta. Sejak saat itu, program KPR mulai diperkenalkan.

Sementara, rumah yang menjadi konsep rumah sederhana oleh Presiden Soeharto tersebut, berukuran minimum 36 meter persegi (m2) dengan luas kavling minimum 60 m2. Dengan luas bangunan 36 m2, rumah ini memiliki dua kamar tidur berukuran 3x3 meter (m).

Lalu, sisa bangunan seluas 18 m menjadi ruang tamu, ruang makan, kamar mandi, dan dapur. Rumah dengan spesifikasi ini dikenal dengan sebutan rumah tipe-36.
KPR untuk Rumah Murah Pertama Diluncurkan pada 1976

Saat itu, proyek yang didanai adalah pembangunan 9 unit rumah untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kantor Wilayah Agraria oleh pengembang swasta di Semarang, diikuti dengan pembangunan 8 unit rumah di Surabaya.

Total biaya pembangunan 17 unit rumah tersebut mencapai Rp37 juta. Keberhasilan dari peluncuran perdana ini diikuti dengan perkembangan pesat program KPR di berbagai kota lainnya. Program KPR tidak hanya merambah ke ibu kota provinsi, tetapi juga ke kawasan transmigrasi.

Bagi masyarakat dengan anggaran terbatas, KPR menjadi pilihan karena cicilannya tidak terlalu memberatkan. Selain itu, rumah tersebut akan menjadi hak milik mereka dengan nilai jual yang terus naik. Seiring dengan meningkatnya minat masyarakat terhadap KPR, semakin banyak pula pengembang swasta yang terlibat dalam pembangunannya.

Bunga kredit KPR pada waktu itu berbeda-beda tergantung pada ukuran rumah. Untuk rumah inti atau petakan, bunganya ditetapkan sebesar 5% per tahun. Untuk rumah sederhana, bunga yang dikenakan adalah 7% per tahun. Sedangkan untuk rumah yang lebih besar, bunga yang dikenakan adalah 9% per tahun.

Di samping itu, menurut Menteri Muda urusan Perumahan Rakyat Kabinet Pembangunan V Siswono Yudo Husodo, pemerintah menargetkan 150.000 unit rumah sederhana dengan dukungan fasilitas KPR BTN pada Pelita III (1979-1984). Kenyataannya, yang tercapai justru lebih besar dari target, yakni 170.000 unit.

Pada Pelita IV, yaitu periode 1984-1989, dari target 300.000 unit rumah, tercapai 343.665 unit. Pada periode ini, pembangunan oleh pengembang swasta justru lebih dominan, yakni sebanyak 255.052 unit rumah, sedangkan Perumnas 88.613 unit.
Tapera Sudah Ada Sejak Era Soeharto

Dikutip dari Biro Sumber Daya Manusia dan Organisasi Kementerian Perhubungan, sebelum namanya yang saat ini, pada 1993, Soeharto juga mendirikan Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum-PNS) dengan tujuan memberikan skema bantuan untuk membeli rumah layak bagi PNS.

Pada tahun 2016, Bapertarum kemudian digabungkan menjadi Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Disebutkan dalam Pasal 28 (h) Undang-Undang Dasar 1945, setiap warga negara memiliki hak untuk hidup sejahtera, baik secara lahir maupun batin, memiliki tempat tinggal, serta mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Namun, pemenuhan hak tersebut masih jauh di bawah sektor pendidikan dan kesehatan yang mendapat alokasi anggaran masing-masing sebesar 20% dan 5% dari APBN.

Ditambah dengan pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang membutuhkan rumah, harga tanah dan rumah yang tersedia juga semakin meningkat. Peningkatan ini tidak sebanding dengan pendapatan masyarakat Indonesia, yang mengakibatkan daya beli masyarakat terhadap rumah semakin menurun.

Oleh karena itu, pada 2016 diterbitkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat.

BP Tapera, sebagai lembaga pengelola program Tapera, hadir untuk menjadi solusi terhadap penyediaan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan, dalam rangka pembiayaan perumahan yang layak dan terjangkau bagi masyarakat Indonesia, terutama mereka yang berpenghasilan rendah. (*)

Tags pak hartoBagikan

RELATED NEWS