Tekad Indonesia Mengurangi Emisi Gas Karbon
JAKARTA (sijori.id) - Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia saat ini menguraikan transisi Indonesia menuju masa depan rendah emisi dan tahan iklim. Namun, Indonesia akan menyeimbangkan target emisi dengan target pembangunan ekonomi.
Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon dan sebelumnya telah mengumumkan komitmennya untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060 atau lebih awal.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut B. Pandjaitan mengatakan, jika 14 anggota G20 yang paling intensif karbon mengurangi emisi CO2 per kapitanya ke rata-rata global, itu akan menghilangkan 11,8 Miliar ton emisi CO2. Hal ini setara dengan 34% emisi global dan 18 kali seluruh emisi Indonesia tahun 2019.
"Transisi Energi ini membutuhkan dekarbonisasi di sektor pembangkit listrik dan penggunaan akhir," ungkap Luhut dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 13 November 2022.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia membawa tantangan lain karena memiliki dampak lingkungan dan sosial, termasuk polusi, degradasi dan deforestasi hutan, serta ketimpangan pendapatan.
Selain itu, saat ini Indonesia juga sedang berjuang dengan krisis lain seperti perubahan iklim, yang berdampak parah pada lingkungan fisik, ekosistem, dan masyarakat manusia.
Menko Luhut menyampaikan sebagai negara kepulauan terbesar dengan dataran rendah dan pulau-pulau kecil yang luas, Indonesia merupakan salah satu negara yang paling rentan terhadap dampak negatif perubahan iklim.
Di samping itu, Indonesia juga masih berjuang dengan masalah ketimpangan dalam ekonomi. Sejak tahun 2000, ketimpangan pendapatan meningkat pesat, Indeks Gini meningkat dari 28,5 pada tahun 2000 menjadi 38,1 pada tahun 2022.
Menurut Luhut, Indonesia perlu melakukan transformasi ekonomi dengan mempromosikan pembangunan berkelanjutan. Urgensi pergeseran menuju ekonomi hijau dan berkelanjutan telah digarisbawahi oleh masyarakat internasional selama beberapa tahun terakhir.
"Saat ini yang didorong oleh implikasi perubahan iklim dan degradasi lingkungan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sosial. Hal ini untuk mencapai visi Indonesia 2045 menjadi negara berpenghasilan tinggi," tambah Menko Luhut.
Untuk mencapai target tersebut, Indonesia harus mampu membendung pandemi dan memulihkan perekonomian di tengah berbagai tantangan global. Kemudian, melakukan transformasi ekonomi dari berbasis komoditas menjadi berbasis industri. Ditambah dengan meningkatkan efisiensi melalui digitalisasi, memperkuat ketahanan ekonomi melalui peningkatan dana desa, serta mengurangi dampak perubahan iklim melalui dekarbonisasi dan transisi energi.
Sebagai Presidensi G20, Indonesia akan berperan dalam pemulihan ekonomi dunia dan pembangunan berkelanjutan dengan tiga isu prioritas yakni memperkuat arsitektur kesehatan global, transformasi digital, dan transisi energi.
"Sebagai tuan rumah G20 tahun ini, Indonesia menyediakan platform bagi para pemimpin dunia untuk membahas bagaimana kita dapat mendorong tindakan kolektif dan berkomitmen untuk memastikan bahwa kita inklusif dalam pemulihan kita, dan tidak meninggalkan siapa pun. Tiga isu prioritas itu adalah tantangan kompleks yang membutuhkan keselarasan dan kolaborasi di tingkat regional dan global," jelas Menko Luhut. (*)