Total Energies Gelontorkan Duit hingga Rp405 Triliun di Irak
BAGHDAD (sijori.id) – Total Energies, perusahaan minyak dan gas (migas) asal Prancis, menandatangani kontrak senilai Rp405 triliun (US$27 miliar) dengan Irak. Kesepakatan ini dilakukan untuk meningkatkan produksi minyak dan meningkatkan kapasitas negara untuk menghasilkan energi.
Sebelumnya, kesepakatan ini sempat tertunda karena kebuntuan antara perusahaan dan pemerintah Irak. Total Energies akan terlibat dalam Gas Growth Integrated Project (GGIP) di Irak.
Dalam perjanjian ini TotalEnergies menguasai 45% saham. Sementara pemerintah Irak menguasai 30% saham dan Qatar Energy menguasai 25% sisanya.
Menteri Perminyakan Irak Hayan Abdel-Ghani pada sebuah upacara di Baghdad menyebut kesepakatan ini sebagai "hari bersejarah". Dia mengatakan proyek tersebut akan dimulai musim panas ini.
"Ini adalah hari awal, dan kami akan menyelesaikan proyek dalam empat tahun ke depan untuk kepentingan semua orang di Irak," kata Ghani dikutip Reuters, Selasa 7 Juli 2023.
Tarik Investor
Kesepakatan yang baru ditandatangani mencakup rencana untuk meningkatkan kapasitas produksi minyak di ladang minyak Ratawi kota Basra menjadi 120.000 dalam dua tahun, kemudian menjadi 210.000 barel per hari dalam waktu empat tahun ke depan.
Irak berharap proyek tersebut akan menarik investasi asing baru ke sektor energinya yang belum pernah terealisasi pascainvasi Amerika Serikat tahun 2003.
"Saya berharap ini akan menjadi sinyal kuat bagi investor lain untuk datang ke Irak," kata Patrick Pouyanne, CEO TotalEnergies.
GGIP dalam produksinya akan memungkinkan Irak menggunakan air laut di tengah kekeringan parah yang melanda.
Proyek ini juga diharapkan dapat membantu Irak memulihkan pembangkit listriknya, dan meningkatkan kemampuan pasokan listrik Irak.
Proyek ini akan memungkinkan Irak yang dilanda kekeringan untuk menggunakan air laut dalam proses produksi minyak intensif air, alih-alih air tawar yang terbatas dari sungai dan rawa.
Sebelumnya, beberapa perusahaan energi internasional seperti Exxon Mobil, Shell, dan BP telah mengurangi produksi mereka di Irak.
Hal tersebut menyebabkan tidak optimalnya produksi minyak yang hanya bisa memproduksi 5 juta barel perhari. Angka ini dari jumlah produksi minyak Arab Saudi yang mampu memproduksi minyak 12 juta barel per hari. (*)