Zapfinance Peduli Guru
JAKARTA – Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), guru adalah profesi yang cukup banyak menjadi korban lilitan utang pinjaman online (pinjol) ilegal. Sebelumnya, OJK sempat menyampaikan bahwa 42% korban dari pinjol ilegal yang aduannya diterima oleh OJK adalah individu berprofesi guru, diikuti oleh korban pemutusan hubungan kerja (PHK) 21%, ibu rumah tangga 18%, karyawan 9%, pedagang 4%, pelajar 3%, tukang pangkas rambut 2%, pengemudi ojek online 1%.
Menurut Chief Executive Officer (CEO) dan Principal Consultant Zap Finance Prita Hapsari Ghozie, guru lebih rentan untuk terjebak oleh layanan pinjol ilegal karena masih rendahnya rata-rata gaji guru di Indonesia.
“Data menunjukkan saat ini gaji guru di Indonesia paling rendah dibandingkan dengan negara tetangga seperti: Singapura, Thailand, Filipina, dan Malaysia,” kata Prita dalam Perayaan Ulang Tahun ke-14 Zap Finance di Jakarta, Kamis, 23 November 2023.
Menurut laporan Jobstreet, pada Oktober 2023, rata-rata terendah gaji guru di Indonesia mencapai Rp2,4 juta per bulan. Sementara itu, Singapura menunjukkan angka yang jauh lebih tinggi, mencapai SGD 2.200 atau setara dengan Rp11,9 juta per bulan jika menggunakan metode paritas daya beli (PPP).
PPP, sebuah metode perhitungan ekonomi makro, digunakan untuk membandingkan daya beli mata uang antarnegara secara seimbang.
Berbeda dengan konversi kurs di pasar valuta asing, PPP menilai daya beli mata uang dengan mempertimbangkan harga barang/jasa dan tingkat inflasi di masing-masing negara. Oleh karena itu, nilai yang diperoleh dari konversi PPP dianggap setara.
Dengan menerapkan metode PPP, rata-rata terendah gaji guru di Thailand pada Oktober 2023 mencapai Rp9,5 juta, sementara Filipina mencapai Rp6,9 juta, dan Malaysia mencapai Rp5,5 juta perbulan. Angka-angka ini menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan Indonesia.
Selain gaji yang cenderung lebih rendah, minimnya literasi keuangan pun menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tingginya kasus jeratan utang pinjol ilegal kepada para guru di Indonesia.
Literasi keuangan ini pada gilirannya akan berkorelasi dengan faktor yang ketiga, yakni perkembangan financial technology (fintech) yang saat ini membukakan ruang bagi masyarakat untuk berutang dengan cara yang cenderung lebih mudah dan cepat.
Dengan literasi keuangan yang kurang memadai dari para guru, akhirnya perkembangan fintech yang cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir pun disikapi dengan kurang bijak oleh mayoritas pemeluk profesi guru dan menjadi penyebab rentannya mereka untuk terjerat pinjol ilegal.
Masalahnya, jeratan utang pinjol pada para guru dapat berdampak kepada efektivitas proses belajar di sekolah. Founder Ruang Tumbuh Ayank Irma mengatakan, utang pinjol yang menjerat pada gilirannya dapat mengganggu kesehatan mental para guru dan mengganggu proses belajar.
“Kesehatan mental para guru di sekolah akan mempengaruhi proses belajar mengajar yang tentu saja akan memiliki dampak langsung terhadap para murid di sekolah. Oleh karena itu penting juga memahami literasi kesehatan mental bagi para guru, karena seringkali permasalahan keuangan yang dialami para guru memiliki dampak psikologis yang signifikan bagi setiap orang di lingkungan sekolah,” ungkap Ayank dalam kesempatan yang sama.
Untuk membantu para guru agar tidak terjerat oleh layanan keuangan yang ilegal, Zap Finance pun menginisiasi program bertajuk #ZapFinancePeduliGuru.
#ZapfinancePeduliGuru dimulai hari ini, 24 November 2023 sebagai rangkaian Roadshow De’Java ke 7 kota di Pulau Jawa, dimulai pada tanggal 24 November 2023.
Rangkaian acara ini melibatkan Kota Sleman DIY, Semarang Jateng, Gunung Kaler - Banten, Depok, Bekasi, Bogor Jawa Barat, dan sebuah Webinar Nasional yang akan diikuti oleh lebih dari 500 guru secara online. Acara webinar akan dipusatkan dari DKI Jakarta.
“Ulang tahun ke-14 Zapfinance menjadi momentum yang istimewa untuk kami. Dengan #ZapfinancePeduliGuru kami ingin memberikan kontribusi yang berarti bagi para guru Indonesia, karena kami percaya dengan memiliki literasi keuangan yang baik dapat mengubah kemampuan mereka dalam mengelola keuangan yang baik pula, serta mampu membuat keputusan keuangan yang lebih bijaksana,” kata Prita. (*)