Kamis, 23 November 2023 13:56 WIB
Penulis:Pratiwi
YOGYAKARTA- Kota Yogyakarta menjadi percontohan pertama dalam menerapkan teknologi menyebarkan nyamuk ber-Wolbachia untuk menangani DBD.
Pelaksanaan teknologi ini melibatkan penitipan ember berisi telur nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia di lingkungan alaminya, didukung oleh Dinas Kesehatan dan berbagai pihak terkait. Pendekatan ini bertujuan untuk mengurangi jumlah nyamuk Aedes aegypti, yang merupakan penyebar DBD.
Dilansir dari ugm.ac.id, Rabu, 22 November 2023, Implementasi program Wolbachia di Kota Yogyakarta menunjukkan hasil positif dengan penurunan angka kasus dan tingkat rawat inap, mengindikasikan keberhasilan program ini. Dampak positifnya juga terlihat dari penurunan kebutuhan akan intervensi fisik seperti pengasapan atau fogging, yang memungkinkan penggunaan anggaran pemerintah daerah untuk penanganan DBD menjadi lebih efisien.
Namun, ada pendapat pro kontra terkait keberhasilan teknologi ini. Meskipun beberapa pihak menyambut baik inovasi ini sebagai solusi efektif dalam menangani DBD, ada juga kekhawatiran akan dampak buruk dari pelepasan nyamuk ber-Wolbachia tersebut.
Peneliti Pusat kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada sekaligus anggota peneliti World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta, dr. Riris Andono Ahmad menjelaskan, saat nyamuk jantan ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk betina tanpa Wolbachia, telurnya tidak akan menetas.
Namun, jika nyamuk betina ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk jantan tidak ber-Wolbachia, semua telurnya akan menetas. Walau begitu, Wolbachia sendiri tidak memiliki dampak negatif terhadap manusia dan lingkungan sekitarnya.
Wolbachia merupakan bakteri alami pada serangga. Dalam nyamuk Aedes aegypti, bakteri ini dapat menekan reproduksi virus dengue dengan memicu persaingan makanan antara virus dan bakteri di dalam tubuh nyamuk. Meski demikian, beberapa pihak masih mempertanyakan dampak jangka panjang dari penggunaan teknologi ini terhadap ekosistem dan kesehatan manusia.
Teknologi nyamuk ber-Wolbachia di Indonesia menjadi subjek riset World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta, yang melibatkan kolaborasi dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, Monash University, dan Yayasan Tahija. (*)
Bagikan