Kamis, 08 Desember 2022 16:35 WIB
Penulis:Pratiwi
Editor:Pratiwi
WASHINTGON (sijori.id) - Setelah lebih dari setengah abad dalam produksi, Boeing 747 'Jumbo Jet' terakhir telah diluncurkan dari jalur produksi. Dengan ditutupnya jalur produksi untuk 'Queen of the Skies', era pesawat bermesin empat juga berakhir. Boeing dan saingannya Airbus kini telah sepenuhnya beralih ke keluarga pesawat berbadan lebar bermesin ganda.
Boeing 747 bagaimanapun merupakan pesawat ikonik yang membawa perjalanan udara berbadan lebar jarak jauh ke dunia. 747 terakhir atau yang pesawwat ke-1.574 muncul dari fasilitas Boeing Everett, Washington dan akan diuji terbang sebelum dicat dan dikirim ke pelanggannya Atlas Air awal tahun depan.
Kim Smith, wakil presiden dan manajer umum program Boeing 747 dan 767 mengatakan untuk pertama kalinya dalam lebih dari 50 tahun mereka tidak akan memiliki 747 di fasilitas tersebut.
Sejarah program
Program 747 dimulai pada akhir 1960-an ketika tim Boeing yang dijuluki "The Incredibles" bertanggung jawab mengembangkan apa yang kemudian menjadi pesawat sipil terbesar di dunia. Pengembangan hanya butuh waktu sekitar 16 bulan.
Didorong oleh kegagalannya untuk menyediakan transportasi militer angkut berat baru untuk Angkatan Udara Amerika yang dimenangkan oleh Lockheed C-5 Galaxy, Boeing mengalihkan perhatiannya ke pasar komersial.
Dengan tren global yang memperkirakan peningkatan jumlah penumpang, penurunan harga tiket pesawat, dan meningkatnya tekanan pada bandara, pembuat pesawat yang berbasis di Seattle merancang 747 dengan teknologi mesin turbofan bypass tinggi. Teknologi yang dikembangkan untuk program angkut militer berat.
Meski 747 saat ini adalah salah pemandangan biasa di langit, sulit untuk membayangkan sejauh mana terobosan yang akan dicapai pesawat ini ketika pertama kali diluncurkan pada bulan September 1968.
Membangun Jumbo Jet membutuhkan pembangunan gedung raksasa baru di Everett. Bangunan berukuran 200 juta kaki kubik dan masih digunakan hingga saat ini, diklaim Boeing masih menjadi bangunan terbesar di dunia berdasarkan volume.
Adapun 747 awalnya berukuran panjang hampir 69 meter, dengan bagian atas sirip ekor setinggi bangunan enam lantai. Berat total pesawat adalah sekitar 330 ton.
Area sayapnya lebih besar dari lapangan basket dan badan pesawatnya yang luas diberi tekanan dengan satu ton udara. Bergantung pada konfigurasinya, sebuah 747 dapat mengangkut antara 374 dan 490 penumpang, ditambah awak pesawat dan kabin. Pada saat yang sama pesawat memanfaatkan teknologi canggih pada masanya, termasuk sistem navigasi canggih.
Tentu saja dampak dramatis dari 747 dipicu oleh gaya dek atasnya yang menampilkan punuknya yang khas. Dimasuki melalui tangga area ini menyediakan ruang eksklusif untuk beberapa penumpang terpilih. Memperoleh kursi di dek atas ini segera menjadi semacam kebanggaan bagi penumpang maskapai.
Berbagai varian
Perkembangan penting dalam proses produksi 747 termasuk pengenalan varian yang lebih maju,
747-400 muncul pada tahun 1988 dan memperkenalkan winglet setinggi 6 kaki di ujung lebar sayap. Mencerminkan keserbagunaan badan pesawat Jumbo, 747-400 ditawarkan sebagai pesawat penumpang, kapal barang, dan model kombinasi pesawat kargo dan penumpang.
Pada tahun 2000, Boeing meluncurkan 747-400ER jarak jauh, dengan jangkauan yang ditingkatkan dari 7.260 mil laut pada 747-400 dasar menjadi 7.670 mil laut.
Varian produksi utama terakhir adalah 747-8 yang diluncurkan pada tahun 2005. 747-8 Intercontinental yang dikonfigurasi untuk penumpang dan 747-8 Freighter. Keduanya memperkenalkan teknologi canggih yang diangkat dari 787 Dreamliner. Termasuk mesin General Electric GEnx-2B dan raked wingtips .
Hasilnya adalah ukuran Jumbo yang cocok untuk abad ke-21. Menawarkan pengurangan kebisingan, emisi karbon yang lebih rendah, bobot yang lebih ringan, konsumsi bahan bakar yang lebih sedikit, dan perawatan yang lebih mudah.
Varian yang kurang berhasil adalah 747SP atau Special Performance. Versi badan pesawat pendek pertama kali diterbangkan pada tahun 1975. Mempertahankan dek atas pada badan pesawat yang diperpendek secara radikal varian ini hanya menghasilkan 45 unit.
Namun atribut unik dari SP menjadikannya tetap digunakan secara eksklusif hingga hari ini sebagai transportasi VIP mewah, pesawat testbed, dan juga digunakan oleh NASA untuk penelitian udara.
Selain menjadi pilihan maskapai penerbangan di seluruh dunia untuk rute jarak jauh dengan kepadatan tinggi, 747 juga mendapatkan ceruk dalam peran khusus pemerintah dan militer.
NASA memodifikasi sepasang 747-100 menjadi Shuttle Carrier Aircraft untuk mengangkut pesawat ruang angkasa yang ditempatkan di atas badan pesawat mereka.
Mungkin yang lebih terkenal adalah dua 747-200B yang dimodifikasi pada tahun 1990 menjadi pesawat angkut kepresidenan VC-25A Air Force One. Pesawat ini juga dianggap sebagai pesawat termahal di Bumi untuk terbang. Biaya biaya penerbangan per jam pesawat ini terkadang melebihi US$200.000 atau sekitar Rp3 miliar.
Yang kurang berhasil adalah program Airborne Laser (ABL) Angkatan Udara YAL-1. Sebuah 747-400 Freighter diambil dan menambahkan senjata laser yang dipasang di hidung yang dimaksudkan untuk menghancurkan rudal balistik dalam fase peningkatan penerbangan mereka.
Meskipun menghancurkan rudal balistik di lepas pantai California Selatan dalam uji coba tahun 2010, program tersebut dibatalkan pada tahun berikutnya.
Varian aneh lainnya dari Jumbo termasuk Dreamlifter. 747-400 yang sangat dimodifikasi untuk mengangkut struktur yang digunakan dalam produksi 787. Kargo badan pesawat yang sudah sangat besar ditingkatkan ukurannya.
Pasar berubah
Untuk waktu yang lama, 747 telah memanfaatkan mantra 'terbesar adalah yang terbaik'. Tetapi pada awal abad ke-21, operator mencari cara untuk efisiensi bahan bakar dan penghematan secara keseluruhan daripada sekadar memindahkan jumlah penumpang terbesar dalam jarak terjauh. Dan pada saat yang sama juga dibatasi untuk hub bandara yang lebih besar.
Jet jumbo semacam itu dimaksudkan untuk menyalurkan penumpang melalui bandara hub, tetapi para pelancong sering kali mencari rute yang lebih pendek dengan penerbangan nonstop.
Dalam prosesnya maskapai penerbangan tidak lagi menyukai jet bermesin empat besar seperti 747 dan Airbus A380. Dan sebaliknya banyak yang mulai melakukan standardisasi pada pesawat bermesin ganda.
747 akan tetap menjadi pemandangan yang akrab di seluruh dunia untuk beberapa waktu ke depan. Meskipun dalam jumlah yang terus berkurang dan dalam corak operator yang kurang dikenal.
Meski pesawat yang masih terhitung baru dan masih memiliki ribuan jam terbang potensial tersisa, Jumbo Jet itu sekarang tidak lagi diterbangkan oleh maskapai nasional seperti Qantas dan British Airways. United dan Delta telah menyerahkan 747 terakhir mereka bahkan sebelum pandemi COVID memukul maskapai. .
Sementara Angkatan Udara Amerika masih menunggu dua 747 yang akan berfungsi sebagai Air Force Ones. Pesawat 747-8 Intercontinental yang digunakan juga bukan sepenuhnya baru. Mereka awalnya dibangun untuk maskapai penerbangan Rusia yang sekarang sudah tidak beroperasi.
Di luar Air Force One baru, masih ada kemungkinan kuat bahwa Angkatan Udara juga akan memilih solusi berbasis 747 untuk program Survivable Airborne Operations Center. Pesawat yang akan menggantikan armada empat pesawat E-4B Nightwatch.
Berdasarkan badan pesawat 747-200B, E-4B juga dikenal sebagai Pusat Operasi Lintas Udara Nasional.
Tetapi dengan 747 telah resmi mengakhiri produksinya, maka pesawat itu harus dikonversi dari pesawat bekas. Dengan semua pemikiran ini, masa depan 747 dalam dinas militer tampaknya akan aman untuk waktu yang sangat lama. (*)
Bagikan