Minggu, 01 Mei 2022 16:09 WIB
Penulis:Pratiwi
JAKARTA (sijori.id) - Staf Ahli Menteri Kesehatan bidang Teknologi Kesehatan, Setiaji, S.T., M.Si mengatakan jumlah aplikasi yang ada di rumah sakit sekitar 50 dan di Puskesmas sekitar 70 aplikasi. Setelah ditelaah lebih dalam aplikasi-aplikasi tersebut saling duplikasi input pelaporan. Melihat fenomen tersebut platform Indonesia Health Service (IHS) dibuat untuk mengindari duplikasi data tersebut.
''Jadi prinsip kami adalah tidak ingin adanya duplikasi input berbasis pelaporan, sebagaimana pada saat kami meluncurkan buku biru strategi transformasi digital di mana pak menteri mengamanatkan agar kita fokus kepada layanan bukan lagi ke pelaporan,'' katanya yang dikutip dari rilis Kemenkes, Minggu 1 Mei 2022.
Oleh karena itu, lanjut Setiaji aplikasi-aplikasi duplikasi input yang ada di rumah sakit dan Puskesmas, sangat mungkin tidak akan digunakan kembali setelah terintegrasi dengan platform IHS. Hal itu dikarenakan datanya cukup satu kali input sudah muncul di semua layanan terkoneksi IHS.
''Sehingga jumlahnya akan drastis menurun dari kalau saat ini 50 sampai 70-an aplikasi itu paling nanti akan ada 3 sampai 4 aplikasi utama,'' ucap Setiaji.
Pihaknya harus menyiapkan standardisasi untuk melakukan integrasi, termasuk kode referensi seperti kode Faskes yang berbeda. Yang harus dilakukan adalah bagaimana membuat kode tersebut bisa digunakan secara bersama.
Variabel-variabel yang ada di dalam layanan kesehatan pun harus disesuaikan. Misalnya untuk variabel jenis kelamin yang biasanya ada menggunakan perempuan dan laki-laki atau pria dan wanita. Yang harus ditentukan adalah 'P' nya itu perempuan atau pria.
Ada ribuan kode lain seperti obat yang saat ini di rumah sakit sudah ada ribuan kode verifikasi.
''Kita satukan kode verifikasinya sehingga begitu terintegrasi akan jelas ini kodenya untuk obat A atau obat B,'' imbuh Setiaji. (*)
Bagikan