Gazprom Mengaku Dirugikan oleh Perang Ukraina

Kamis, 06 Juni 2024 21:45 WIB

Penulis:Pratiwi

gazprom.jpg

MOSKOW (sijori.id) - Perusahaan minyak negara Rusia Gazprom secara terbuka mengakui sangat dirugikan oleh perang Ukraina yang sudah berlangsung sekitar 2,5 tahun tersebut. Hal in terungkap dalam laporan yang ditugaskan oleh perusahaan

Penelitian yang dilakukan oleh kelompok gas Rusia memperingatkan Gazprom tidak mungkin memulihkan penjualan gas yang hilang akibat invasi  Vladimir Putin ke Ukraina selama setidaknya satu dekade.

Ekspor perusahaan tersebut ke Eropa rata-rata akan mencapai 50 miliar-75 miliar meter kubik atau bcm per tahun pada tahun 2035. Ini  hanya sepertiga dari tingkat sebelum perang.
 

“Meskipun Gazprom berharap bahwa saluran pipa baru ke China dapat membantu menutupi hilangnya volume ekspor Eropa, kapasitasnya hanya akan mencapai 50 bcm per tahun. Dan  harga di negara Asia jauh lebih rendah dibandingkan di Eropa,” demikian bunyi laporan yang dikutip Financial Times Rabu 5 Juni 2024.

Laporan itu menambahkan konsekuensi utama sanksi terhadap Gazprom dan industri energi adalah kontraksi volume ekspor. Untuk bisa kembali ke tingkat tahun 2020 paling lambat baru bisa dicapai pada tahun 2035.
 

Laporan setebal 151 halaman itu ditugaskan oleh manajemen perusahaan dan ditulis akhir tahun 2023 lalu. Ini merupakan salah satu pengakuan paling jujur ​​mengenai bagaimana sanksi Barat yang diberlakukan sebagai tanggapan terhadap perang Rusia telah merusak Gazprom. Juga sektor energi Rusia secara lebih luas.

Elina Ribakova, peneliti di Peterson Institute for International Economics yang berbasis di Washington menilai situasi ini  sangat suram. “Gazprom berada di jalan buntu. Dan mereka sangat menyadarinya,” kata Ribavoka.

Di bagian lain laporan itu juga menyebut porsi Gazprom dalam ekspor energi Rusia akan menurun. Ini karena gas pipa sangat terpukul akibat invasi tersebut. Laporan tersebut menambahkan bahwa perusahaan akan kesulitan untuk kembali tumbuh tanpa dukungan negara yang signifikan dalam mencari pasar baru untuk gasnya.
Masalah Teknologi

Gazprom mengakui tidak memiliki teknologi yang terbukti untuk memproduksi LNG dengan kapasitas besar. Mereka merupakan satu-satunya perusahaan yang mengekspor gas melalui pipa dan volumenya menurun. Maka peran Gazprom dalam industri gas diperkirakan juga akan menurun.

Laporan tersebut menyoroti bagaimana sanksi telah memutus industri energi Rusia dari teknologi penting seperti turbin yang membantu memindahkan gas melalui pipa. Selain itu suku cadang dan keahlian yang diperlukan untuk memperbaikinya.

Laporan ini juga mempelajari dampak sanksi Barat terhadap negara-negara seperti Iran, Korea Utara, dan Venezuela. Ini  sebagai tanda bahwa Rusia sedang mempersiapkan sanksi permanen secara menyeluruh.
ad

Pandangan Gazprom semakin suram sejak laporan tersebut diserahkan kepada para eksekutif senior pada bulan November. Di mana perusahaan tersebut melaporkan kerugian sebesar  629 miliar rubel atau sekitar Rp112 triliun (kurs Rp183) pada tahun lalu.

Rusia sedang berjuang untuk mencapai kesepakatan yang diusulkan dengan China untuk pipa Power of Siberia-2. Langkah  yang diharapkan Gazprom akan menghidupkan kembali ekspornya. Jika selesai sesuai jadwal pada tahun 2030, Power of Siberia 2 diharapkan dapat menghasilkan tambahan kapasitas sebesar 50 bcm per tahun. Namun China hanya mau memberikan harga yang jauh lebih rendah dibandingkan harga yang dibayar Eropa. Ini berarti ekspor Gazprom akan kurang menguntungkan. Bahkan jika volumenya dikembalikan ke volume sebelum perang.

Sejumlah pengamat menilai masalah mendasar yang Gazprom hadapi adalah sebagian besar pendapatan berasal dari Eropa. Hal ini telah hilang. Dan  gas yang seharusnya disalurkan ke Eropa tidak dapat disalurkan ke pasar bagus lainnya.

Kementerian Energi Rusia memperkirakan perusahaan-perusahaan akan mampu memperbaiki turbin buatan Ameirka pada tahun depan. Namun menurut laporan tersebut pabrikan Rusia belum mereproduksi bagian-bagian penting dari produksi turbin. “Dan sebanyak 75 persen komponen yang dibutuhkan berasal dari negara-negara barat.” 
 

Bahkan laporan itu mengingatkan Moskow dapat dipaksa menghentikan atau menutup pembangkit listrik di seluruh negeri. Jika tidak dapat menghasilkan alternatif lain di dalam negeri.

Sebuah program untuk membangun turbin gas di dalam negeri akan menelan biaya setidaknya 100 miliar rubel atau sekitar Rp18 triliun. Selain itu memakan waktu setidaknya lima tahun.  Dan Gazprom akan kesulitan untuk membiayai program investasinya tanpa peningkatan pendapatan yang signifikan.  (*)