Selasa, 24 November 2020 02:04 WIB
Penulis:Minka
JAKARTA (sijori.id) -- Pemerintah tengah mengkaji pembayaran dana pensiun PNS dengan skema baru.
Tata kelola diubah agar sistemnya nanti tidak akan tumpang tindih dengan program Jaminan Hari Tua (JHT), yang ada di BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek).
Skema pembayaran yang akan tengah dikaji yakni skema fully funded. Dalam skema ini, pembayaran akan dibayarkan patungan antara Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pemerintah, sebagai pemberi kerja.
Besarannya akan ditentukan dan disesuaikan dengan gaji PNS yang diterima setiap bulan. Melalui skema ini, kemungkinan uang pensiun yang diterima PNS lebih besar.
Catatan KemenPAN RB menyebut bahwa Eselon 1 di Kementerian bisa mendapat pensiun hingga Rp20 juta per bulan.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, program dana pensiun diatur di dalam Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) 45 tahun 2015.
Jika peserta yang mencapai pensiun belum memenuhi masa iuran 15 tahun, maka peserta tersebut tetap berhak mendapatkan seluruh akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya.
Saat ini, dana pensiun dikelola menggunakan sistem pay as you go. Artinya, PNS yang memasuki masa pensiun, APBN akan menanggung sampai istri/suami dan anak.
Pada anak, batas pemberian pensiun hanya sampai anak ke-2. Ini pun dibatasi lagi menjadi maksimal usia 25 tahun, belum menikah, dan belum bekerja.
"Ini memang sudah berjalan hampir 20 tahun lebih. Artinya, ketika masa tua bisa dijamin, tidak masuk ke dalam kemiskinan. Paling tidak, orang yang sudah lansia bisa mendapatkan jaminan kesehatan," kata Timboel, dilansir CNBC Indonesia.
Dalam PP 45/2015, diamanatkan agar ada kenaikan iuran maksimal 3 tahun. Namun, sampai saat ini, kenaikan tidak pernah dijalankan.
"Harusnya kan 2015 ke 2018, ini sudah hampir 2021 enggak ada semangat pemerintah untuk menaikkan iuran. Padahal di situ jelas," ujar Timboel.
Dana pensiun PNS, TNI/Polri, dan Pejabat Negara saat ini sebesar 4,57 persen dari penghasilan per bulan (gaji pokok dan tunjangan keluarga). Pemerintah tidak ikut membayar iuran ini.
Skema ini berbeda dengan swasta, di mana iuran jaminan pensiun wajib dibayarkan setiap bulan sebesar 3 persen dari upah per bulan.
Iuran 3 persen wajib ditanggung bersama oleh pemberi kerja selain penyelenggara negara, sebesar 2 persen dari upah 1 persen yang ditanggung peserta.
Untuk pekerja informal, besaran iuran bisa disamakan dengan skema yang ada saat ini. Misalnya, dengan Upah Minimum Regional, dipotong 3 persen untuk iuran pensiunan.
Contohnya, dengan upah minimum Rp 4.000.000 dikali 3 persen, maka besaran iuran untuk jaminan pensiunan sebesar Rp 120.000.
Timboel sendiri tidak menyarankan pemerintah untuk membayarkan dana pensiun kepada PNS, TNI/Polri sekali bayar, seperti program JHT yang dijalankan BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) saat ini.
"Kalau pembayaran sekali bayar, kan overlapping dengan JHT dan orang-orang kita rata-rata tidak mengerti dengan manage uang. JHT dan pensiun itu relatif sudah berat pembagiannya. Ketika pensiun dapat iuran pasti setiap bulan dan juga dapat JHT," ujarnya.
Bagikan