AHli Pecahkan Misteri Wabah Pes
(sijori.id) - Para ahli memcahkan misteri alias wabah pes. Wabah ini ialah sempat menjadi pandemi terburuk dalam sejarah umat manusia. Ia terjadi selama Abad Pertengahan, dari abad ke-14 hingga ke-18.
Wabah ini menyebar dari Eropa ke seluruh penjuru dunia. Selama 500 tahun menjadi pandemi, Black Death terjadi sebanyak dua gelombang dan diperkirakan membunuh 25 juta umat manusia, atau sebanyak 60 persen populasi di Eropa, Timur Tengah, dan Afrika.
Awalnya, sejarah dan literatur konvensional menjelaskan asal mula The Black Death berawal dari Mediterania, ketika kapal-kapal dagang mulai mendarat di benua Eropa pada tahun 1347. Kapal-kapal itu mengangkut barang-barang dari Laut Hitam.
“Selain barang-barang, kapal-kapal ternyata juga terisi dengan ratusan penumpang yang tewas ... Beberapa yang masih selamat bahkan terlihat memiliki bisul hitam di sekujur tubu mereka,” tulis Britanica Encyclopedia, dikutip Jumat (17/6/2022).
Kendati pendaratan kapal-kapal ke Benua Biru disebut sebagai awal masuknya pes ke Eropa, belum diketahui secara jelas titik awal wabah ini bermula. Selama 675 tahun, ia tetap menjadi misteri.
Namun, baru-baru ini beberapa ilmuwan dari University of Stirling, Max Planck Institute, dan University of Tubingen menemukan titik terang tentang titik awal wabah ini bermula.
“Penemuan yang melelahkan ini adalah terobosan yang menyatukan pengetahuan tentang arkeologi, sejarah, dan paleogenetika,” ujar Philip Slavin, dari divisi sejarah, peninggalan budaya, dan politik University of Stirling kepada Science Times, dikutip Jumat (17/6/2022).
Berdasarkan penelitian berjudul “The source of the Black Death in fourteenth-century central Eurasia”, yang terbit di Nature pada 15 Juni 2022 ini, menemukan fakta bahwa wabah pes awalnya dimulai di Kirgistan Utara, pada akhir 1330-an.
Tim peneliti menganalisis DNA purba yang diambil dari gigi kerangka di situs pemakaman di wilayah Tian Shan di Asia Tengah. Di sana, mereka menemukan jejak bakteri pes Y. pestis.
“Temuan ini mengkonfirmasi awal dari pandemi pes gelombang kedua,” ujar Slavin.
Selain itu, tim mempelajari sejumlah buku harian bersejarah dari penggalian asli situs pemakaman untuk mencocokkan kerangka individu dengan batu nisan mereka, dan dengan hati-hati menerjemahkan prasasti yang ditulis dalam bahasa Syria.
Alhasil, dari proses analisis tersebut, mereka berhasil mengurutkan DNA purba yang diambil dari tujuh individu yang digali dari dua kuburan tersebut, Kara-Djigach dan Burana di Lembah Chu.
Melalui sintesis data arkeologis, historis, dan genomik kuno, peneliti menunjukkan keterlibatan yang jelas dari bakteri wabah Y. pestis dalam peristiwa epidemi di wilayah ini.
“Dua genom Y. pestis kuno yang direkonstruksi mewakili satu galur, dan diidentifikasi sebagai nenek moyang dari keragaman besar yang umumnya terkait dengan kemunculan pandemi. Ia berasal dari paruh pertama abad keempat belas,” tulis penelitian tersebut.
“Perbandingan reservoir Y. pestis di wilayah Tian Shah dengan keragaman saat ini mendukung kemunculan lokal dari strain purba ini,” lanjutnya, menegaskan bahwa tempat ini menjadi menjadi titik awal strain mulai menyebar.
Profesor Johannes Krause, salah satu penulis dalam studi ini menyebut, temuan ini penting untuk memahami keadaan yang bisa muncul di masa depan—sebagaimana penting juga menemukan strain pertama Covid-19.
“Konsekuensi dari Black Death terlalu banyak, termasuk penghentian perang dan kemerosotan tiba-tiba dalam perdagangan."
"Dan dampak yang lebih panjang dan serius adalah pengurangan drastis lahan untuk bercocok tanam karena kematian begitu banyak buruh yang terbukti menjadi kehancuran banyak pemilik tanah,” ujarnya. (Eff)