Alasan Manusi Sukaaaa Banget sama Kucing
YOGYA (sijori.id) - Meski dianggap tidak se-friendly anjing, sebuah studi menujukan bahwa kucing sebenarnya lebih suka berinteraksi dengan manusia, daripada makan atau bergelut dengan mainannya.
Kristyn R. Vitale, ketua tim peneliti, juga menyebut sikap kucing ke pemiliknya merupakan cerminan perhatian sang pemilik itu sendiri. Dalam penelitian yang tayang di Science Direct (2019) itu, dijelaskan bahwa semakin pemilik memberikan perhatian yang besar, semakin besar pula emosi yang dirasakan oleh kucing.
Melalui penelitian berjudul “Social interaction, food, scent or toys? A formal assessment of domestic pet and shelter cat (Felis silvestris catus) preferences” tersebut, Vitale dkk. menguji 79 anak kucing dan 38 kucing dewasa untuk berpartisipasi dalam sebuah 'tes dasar yang aman'.
Tes dasar ini merupakan eksperimen yang biasanya digunakan untuk mengukur ikatan yang terbentuk antara anjing dan primata dengan pengasuhnya. Bahkan, tes serupa juga kerap dugunakan untuk bayi manusia.
Dalam percobaan yang berlangsung selama enam menit, pemilik kucing dan anak kucing bersama-sama memasuki ruangan tidak dikenal.
Setelah dua menit, pemiliknya meninggalkan kucing sendirian di tersebut—yang berpotensi membuat stres bagi hewan tersebut.
Ketika pemiliknya kembali dua menit berselang, para peneliti mengamati respons kucing tersebut.
Sekitar dua pertiga kucing dan anak kucing datang untuk menyambut pemiliknya ketika mereka kembali, menjelajahi ruangan, dan secara berkala kembali ke pemiliknya.
Hewan-hewan ini, para peneliti menyimpulkan, “terikat dengan aman pada pemiliknya”, yang berarti kucing-kucing ini memandang mereka sebagai tempat aman dalam situasi yang tidak dikenal (safe base in an unfamiliar situation).
“Ini mungkin adaptasi dari ikatan yang mereka miliki dengan orang tua mereka ketika mereka masih muda,” kata Vitale. Perilaku ini, tambahnya, seakan berarti: “Semuanya baik-baik saja. Pemilik saya kembali, saya merasa terhibur dan diyakinkan, dan sekarang saya bisa kembali menjelajah.”
Sementara itu, sekitar 35 persen kucing dan anak kucing lain menghindari pemiliknya. Meski demikian, menurut Vitale ini tidak berarti bahwa kucing-kucing tersebut memiliki hubungan yang buruk dengan pemiliknya.
Hanya saja mereka tidak melihat pemiliknya sebagai sumber keamanan dan penghilang stres.
Temuan pada kucing ini mencerminkan apa yang ditemukan pula dalam penelitian terhadap anjing dan anak-anak manusia.
Pada manusia, 65 persen bayi menunjukkan keterikatan yang aman dengan pengasuh mereka. Sementara pada anjing ada di tingkat 58 persen.
Tidak seperti manusia, pada kucing dan anjing, peneliti masih belum mengetahui semua faktor yang membentuk hubungan dengan pengasuh.
Mereka hanya menduga bahwa pola ini merupakan campuran kompleks dari genetika, kepribadian, dan pengalaman kucing.
Perlu Penelitian Lanjutan
Meski demikian, temuan tersebut tak sepenuhnya diamini. Menurut Mikel Dalgado, peneliti perilaku hewan di University of California, ada kemungkinan lebih banyak kucing yang terikat dengan aman kepada pemiliknya daripada yang ditemukan dalam studi terbaru tersebut.
Hal ini karena, tidak seperti anjing dan bayi—yang banyak menghabiskan waktu di luar rumah, banyak kucing menghabiskan hampir seluruh waktunya di dalam rumah.
“Berada di lingkungan baru bisa menjadi pengalaman yang asing dan menakutkan”, katanya kepada New York Times. “Jadi”, ia menyimpulkan, “untuk beberapa kucing, respons ketakutan terhadap situasi stres mungkin lebih diutamakan daripada ikatan yang aman dengan pemiliknya, sehingga hasil penelitian mungkin tidak sepenuhnya menangkap keterikatan beberapa kucing.”
Menurut Delgado, menguji respons kucing terhadap orang asing, bukan hanya pemiliknya, dapat mengungkapkan apakah kucing benar-benar terikat pada orang tertentu atau ramah terhadap manusia pada umumnya. (Eff)